Jakarta, TEMPUSDEI.ID – Ketika menyampaikan materi pelatihan jurnalistik melalui aplikasi zoom pada 1 September malam, Jonro I. Munthe dengan tegas mengatakan bahwa seorang wartawan tidak boleh berpihak dan harus netral.
Mendengar pernyataan ini, Hojot Marluga, salah satu peserta pelatihan menyatakan ketidaksetujuannya. Menurutnya, seorang wartawan tetap harus berpihak, yakni berpihak pada kebenaran.
Jonro lalu menjelaskan bahwa yang dia maksudkan dengan “tidak berpihak atau netral” adalah adanya cover both side ketika wartawan melakukan kerja jurnalistiknya. Lebih lajut, kata Pemimpin Redaksi Majalah Narwastu ini, ketidakberpihakan seorang wartawan dengan sendirinya akan jelas tergambar dalam karya yang ia hasilkan dari kerja yang mengedepankan kode etik jurnalistik. Jonro mencontohkan, jika seorang wartawan meliput sebuah kasus yang melibatkan dua orang, maka wartawan itu harus melakukan berusaha mendapatkan informasi yang jelas menyangkut persoalan yang ditulisnya secara berimbang. “Ini yang saya maksud dengan tidak memihak atau netral itu,” tambahnya.
Jonro berbicara pada sesi pertama dalam Pelatihan Jurnalistik yang diadakan Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) bekerjasama dengan STT Lighthouse Equipping Theological School (STT LETS) pada setiap Selasa malam sepanjang September 2020.
Hal lain yang dikatakan Jonro, salah satu tugas wartawan dan medianya adalah mencerdaskan bangsa. “Bagaimana caranya mencerdaskan bangsa, kalau dia sendiri kalah cerdas. Setidaknya harus memahami prinsip-prinsip dasar jurnalistik. Orang atau kelompok yang nantinya akan memimpin penerbitan media massa seharusnya adalah orang yang berprinsip baik, berkarakter, punya integritas dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi,” tegas pria Batak ini.
Jonro mengaku kecewa karena sering kali profesi mulia pers itu sering kali “dinodai” oleh oknum yang mengaku wartawan. “Mereka tidak terampil menulis dan tidak memahami etika pers, namun bisa memiliki kartu pers. Inilah wartawan abal-abal. Mereka merusak reputasi wartawan dengan memakai kartu pers untuk menakut-nakuti para pejabat, pengusaha atau politisi bermasalah supaya mendapatkan uang,” katanya mengutip tokoh pers Leo Batubara (alm).
Ketua Pelaksana Pelatihan Jurnalistik, Emanuel Dapa Loka berharap melalui pelatihan tersebut, para peserta mendapat pengetahuan yang cukup untuk memahami dasar-dasar kerja seorang wartawan. “Kalau kita cermati, secara etimologis, jurnalistik berarti laporan harian, dan laporan itu berdasarkan fakta. Dalam pelatihan ini, kita akan belajar bagaimana mengabarkan fakta dengan cara dan perangkat kerja yang benar disertai praktik,” jelas Eman.
Selain Jonro, pelatihan ini akan diisi juga oleh Antonius Natan, Agus Riyanto Panjaitan, Paul Maku Goru, Roy Agusta dan Emanuel Dapa Loka.
Ketua Umum PERWAMKI Stevano Margianto menjelaskan, pelatihan tersebut merupakan upaya dan bentuk tanggung jawab penyelengara dalam memberikan pencerahan kepada masyarakat agar memahami dan mengenal dunia kerja pers dan media. “Tak kenal, maka tak sayang,” kata Anto.
Pelatihan Jurnalistik sesi pertama dimoderatori oleh bintang sinetron dan praktisi hukum Uya Pinta SH. MH dan dimeriahkan dengan penampilan penyanyi berbakat yang juga seorang pengacara muda, Clara Panggabean.
Hadir juga dan memberi sambutan Ketua STT LETS Pdt. Rachmat Manullang dan penasihat PERWAMKI John Panggabean, SH. (tD)