Thu. Nov 21st, 2024
Absen atau hadir?

Oleh Emanuel Dapa Loka

Awal tahun 1999 saya masuk ke Jakarta sebagai wartawan muda yang miskin pengalaman. Menyadari pengalaman yang masih sangat sedikit, saya tidak pernah menolak  jika ditugaskan meliput. Sebaliknya, saya selalu meminta tugas peliputan kepada redaktur. Dalam menjalankan tugas, saya sering menemukan keanehan-keanehan seperti contoh di bawah ini.

“Hei…! Saya hadir, tolong absen juga, ya…!” Begitu seseorang setengah berteriak kepada temannya yang sedang memegang selembar kertas putih lengkap dengan lajur-lajur.

Sepertinya, dia adalah wartawan yang biasa menyisir hotel-hotel di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Menyisir? Ya, hampir setiap hari dia dan beberapa temannya keluar masuk hotel-hotel tersebut untuk mencari tahu acara-acara yang digelar di sana seperti seminar, konferensi pers, peluncuran produk, dan lain-lain.

Selidik punya selidik, ternyata dia adalah wartawan gadungan alias wartawan tanpa surat kabar.   Tujuannya hanya satu, yakni mengejar amplop dari para panitia penyelenggara kegiatan. Modal utamanya adalah tape recorder dan sebuah kamera digital. Pernah saya memerhatikan, tidak ada kaset di dalam tape yang ia sodorkan kepada narasumber saat wawancara bersama wartawan lain.

Sekarang, sudah hampir dua puluh tahun saya bekerja sebagai wartawan di Jakarta. Hampir pasti, setiap kali (tidak sering) saya meliput di kawasan Sudirman, saya berjumpa dengan beberapa orang yang “berprofesi” sama.

Sebenarnya, pokok persoalan dalam tulisan ini terletak pada judul “Hadir, Kok Minta Diabsen?” Atau, jelas-jelas hadir (present) tapi, kok minta dinyatakan tidak hadir (absent)? Tidak masuk akal, bukan?

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga cetakan kedua tahun 2002, halaman 3 mencatat absen berarti tidak masuk (sekolah, kerja, dsb); tidak hadir. Lalu kata derivasinya adalah mengabsen yang berarti memanggil (menyebut, membacakan) nama-nama orang pada daftar nama untuk memeriksa hadir tidaknya orang. Diberi contoh: setiap pagi guru mengabsen murid-muridnya. Derivasi lanjutan kata tersebut adalah absensi yang berarti ketidakhadiran.

Kita coba bandingkan dengan kamus Bahasa Inggris John M. Echols dan Hassan Shadily terbitan Gramedia (1990), cetakan XVIII halaman 3. Di kamus ini kata absent diterjemahkan dengan kata mangkir, tak hadir. Kedua munsyi tersebut memberi contoh Three were absent on account of illness yang berarti “tiga orang absen karena sakit”. Contoh lain Revenge is absent from his mind yang berarti “tak ada perasaan dendam di dalam hatinya”, dan beberapa contoh lagi.

Ada sesuatu yang mengherankan antara arti kata absen  sebagai kata dasar, yakni “tidak masuk” atau “tidak hadir” dengan arti derivasinya mengabsen dan absensi. Kalau konsisten dengan arti absen yang berarti tidak hadir atau tidak masuk, maka mengabsen berarti membuat tidak hadir atau membuat tidak masuk.  Argumentasi tersebut sejalan dengan arti kata mangkir atau tak hadir sebagai terjemahan kata absent dalam Bahasa Inggris.

Jadi menurut saya, absen tetaplah berarti tidak hadir atau mangkir. Sedangkan untuk mengganti kata mengabsen, pakai saja kata mempresensi atau kalau mau lebih Indonesia, gunakan saja kata panggil. Daripada jelas-jelas hadir, tapi minta diabsen, kan?

Related Post

Leave a Reply