Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
“Jika Yesus menjadi segala-galanya dalam hidup, kita menjadi orang yang bahagia.”
Mencari Yesus ternyata tidak mudah. Namun usaha saya untuk les agama, berjuang untuk dibaptis, mengalahkan rasa takut dan malas tidak ada artinya dibandingkan rahmat pembaptisan yang saya terima. Bahkan usaha dan pengorbanan seumur hidup pun tidak sebanding dengan rahmat keselamatan dan hidup kekal yang kita terima melalui Yesus. Memiliki relasi pribadi dengan Yesus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat, itulah yang membahagiakan.
Mengenal Yesus dan mengikutiNya adalah harta yang paling berharga yang dapat kita peroleh dalam hidup. Sungguh amat sayang jika kita tidak mau sedikit mengeluarkan tenaga, pikiran, kemauan dan usaha untuk berlari padaNya, mengejar keselamatan yang ada padaNya. Sungguh sayang jika kita berhenti sebelum mencapai persatuan cinta denganNya.
St. Teresa dari Avila mengatakan: “Apa yang kami lakukan untukMu, Tuhan hampir benar-benar tidak ada artinya: hanya sedikit tekad yang kecil. Jika dari yang sedemikian tidak ada artinya itu Tuhan mau memberi kita anugerah yang luar biasa, maka janganlah kita menjadi bodoh untuk tidak mau melangkah setapak demi setapak itu”.
Kita hanya perlu melangkah satu langkah demi satu langkah dalam memperjuangkan apa yang baik dan apa yang benar serta berpegang pada iman hingga pada akhirnya menerima mahkota kemenangan yang Kristus janjikan.
Di rumah kami ada kamar doa. Biasanya saya berdoa menghadap ke salib dengan patung Yesus di tengahnya yang berukuran lumayan besar. Siang itu ketika sedang berdoa hening saya bersyukur sekali mendapatkan rahmat yang sangat saya butuhkan. Dalam doa saya menyadari kembali cinta Yesus yang begitu besar. Dia benar-benar mau hadir dalam setiap permasalahan yang kita hadapi.
Saya menyadari diri sebagai orang yang masih sering ragu, khawatir bahkan takut menghadapi sesuatu yang tidak pasti. Saya khawatir ditolak orang, tidak dikasihi dan takut jika tidak punya seseorang yang dapat diandalkan. Namun, siang itu Tuhan mengobati rasa takut dan kecemasan saya.
Tuhan lebih mengerti ketakutan dan kelemahan saya daripada diri saya sendiri. Walaupun kesannya saya adalah orang yang tenang dan baik-baik saja, namun dalam hati yang terdalam saya sering merasa tidak aman dan takut.
Syukur pada Tuhan, dalam doa hening siang itu Tuhan sendiri yang menyembuhkan saya. Dia meyakinkan saya akan kehadiranNya setiap saat dalam hidup saya. Dia menunjukkan pada saya betapa Ia amat mengasihi dan memedulikan saya. Yesus mau tampil sebagai Pembela dan Pelindung saya. Saya tidak perlu takut kehilangan perhatian, perlindungan ataupun kasih sayang dari orang-orang karena Yesus selalu ada mengisi kekosongan dan kerinduan hati yang terdalam.
Dengan Yesus di hati, saya tidak perlu menuntut orang lain untuk memerhatikan, membela ataupun mengerti saya. Yesus saja cukuplah. Malahan saya mempunyai kasih untuk dibagikan kepada orang lain karena mendapat dari sumbernya yaitu Yesus sendiri. KasihNya yang melimpah itu membuat kita sanggup mengasihi sesama.
Jika Yesus menjadi segala-galanya dalam hidup, kita menjadi orang yang bahagia. Kita tidak menjadi pengemis cinta atau peminta-minta belas kasih orang melainkan dapat menjadi pembagi kasih dan pelayan bagi sesama. Kita dapat memberi karena ada kasih yang mengalir dan melimpah keluar dari dalam hati. Yesus sendiri menjanjikan bahwa barangsiapa percaya kepada-Ku dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (Yoh. 7:38). Barangsiapa menjadikan Yesus pusat hidupnya maka ia akan bersatu dengan Yesus, Roh Kudus sendiri akan selalu menolong, menyertai dan memberikan kekuatan untuk mengasihi dan untuk melanjutkan perjalanan iman hingga akhir. (Kisah Kasih Tuhan, 2015)