Laporan Sr. Bene Xavier, dari Wina, Austria
Sepanjang tahun 2020 ini dunia dilanda pandemi virus korona. Hampir semua negara mengalami pandemi ini dan hampir semua sektor kehidupan terkena dampaknya. Tak terkecuali, negara-negara di Eropa dan juga sektor kehidupan beragama.
Bagaimana kehidupan Ekaristi di wilayah Keuskupan Agung Wina, Austria selama masa pandemi ini?
Pertengahan Februari 2020 virus corona juga melanda Austria. Negara dengan 8,5 juta penduduk itu memutuskan untuk melakukan lockdown sejak pertengahan Maret 2020. Selama lockdown kegiatan studi, perkantoran juga kegiatan keagamaan ditiadakan. Perayaan Ekaristi diikuti oleh umat secara online. Tentu saja ke rinduan umat untuk menyambut Tubuh Kristus dalam rupa roti secara langsung pun harus ditahan.
Awal Mei 2020 pemerintah Austria kembali memperbolehkan masyarakat beraktivitas, tentunya dengan berbagai penyesuaian. Begitu juga dengan Perayaan Ekaristi di gereja-gereja wilayah Keuskupan Agung Wina. Setiap umat yang ingin mengikuti Ekaristi harus mendaftarkan diri seminggu sebelumnya. Kapasitas terbatas, wajib mengenakan masker, menjaga jarak dan berbagai aturan lainnya. Hal itu diterima walaupun bagi masyarakat Eropa, mengenakan masker merupakan hal yang sangat asing. Sebelum adanya pandemi, bahkan dilarang mengenakan masker dan akan dikenakan denda jika tertangkap polisi.
Akhir Juni 2020 perlahan situasi seolah mendekati normal seiring dengan terus menurunnya angka infeksi virus korona. Kehidupan Ekaristi di gereja pun perlahan mengalami perubahan. Umat tidak lagi harus mendaftar, tidak lagi wajib mengenakan masker, tapi tetap menjaga jarak minimal 1 meter di dalam gereja.
Namun sejak akhir Agustus 2020 gelombang infeksi virus korona kembali meningkat, hingga kini ada sekitar 4000 orang terinfeksi. Keuskupan Agung Wina kembali mengambil tindakan untuk meminimalisir penularan virus. Selain tetap harus mengenakan masker, membilas tangan dengan desinfektan setiap memasuki gereja, menjaga jarak minimal 1 meter dan kini ada regulasi baru. Mulai Minggu ke-2 Oktober 2020, saat penerimaan komuni, imam mengucapkan “Tubuh Kristus” hanya di dalam hati, begitu juga umat menjawab “Amin” hanya di dalam hati. Hal ini untuk menghindari adanya percikan droplet yang bisa menjadi media penyebar virus.
Ada “kesedihan” yang berbeda ketika tidak diperkenankan mengucapkan lewat kata “Tubuh Kristus” dan “Amin” saat penerimaan Komuni Kudus. Akan tetapi kesedihan itu tidaklah mengurangi kadar keimanan umat. Tetap jauh lebih bersyukur daripada harus mengikuti Ekaristi online.