Jakarta, TEMPUSDEI.ID (14/10) – Situasi yang ingar bingar seputar demonstrasi penolakan UU Omnibus Law yang diikuti oleh berbagai kalangan, terutama mahasiswa, mengingatkan kita pada gelegar puisi legenda dunia susastra Indonesia WS Rendra (alm). Sangat banyak puisi yang ia lahirkan dari pergumulan batinnya terhadap situasi yang yang mengimpit atau bahkan mendera Indonesia
Salah satu puisi yang ia ciptakan pada 1 Desember 1977 berjudul Sajak Pertemuan Mahasiswa. Sajak tersebut ia persembahkan untuk pertama kalinya kepada para mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dalam salah satu acara adegan film “Yang Muda Yang Bercinta”. Sangat jelas ia menggedor-gedor nurani setiap yang mendengarnya untuk berani jujur atas motivasi “perjuangan”. Maksud baik Anda untuk siapa? Begitu ia berkali-kali menggugat.
Mari kita baca lamat-lamat atau juga mencari videonya di youtube untuk menyulut daya refleksi kita memikirkan kembali motivasi kita, baik yang pro maupun yang kontra.
Semoga setelah membaca dan merenungkan puisi pria kelahiran Surakarta pada 7 November 1935 dan meninggal pada 6 Agustus 2009 itu, bertunas semangat baru dalam diri kita untuk kembali bersama-sama membangun Republik tercinta ini. Jika tidak, tertanyaan “Maksud Baik Saudara untuk Siapa?” akan terus “mengganggu”.
Sajak Pertemuan Mahasiswa
Oleh WS Rendra
Matahari terbit pagi ini
Mencium bau kencing orok di kaki langit
Melihat kaki coklat menjalar ke lautan
Dan mendengar dengung lebah di dalam hutan,
Lalu kini ia dua penggalah tingginya
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini memeriksa keadaan
Kita bertanya:
Kenapa maksud baik tidak selalu berguna
Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
Orang berkata “Kami adalah maksud baik”
Dan kita bertanya: ”Maksud baik untuk siapa?”
Ya! Ada yang jaya, ada yang
Ada yang bersenjata, ada yang terluka
Ada yang duduk, ada yang diduduki
Ada yang berlimpah, ada yang terkuras
Dan kita di sini bertanya:
“Maksud baik saudara untuk siapa?”
“Saudara berdiri di pihak yang mana?”
Kenapa maksud baik dilakukan
Tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya
Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota
Perkebunan yang luas
Hanya menguntungkan segolongan kecil saja
Alat-alat kemajuan yang diimpor
Tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
Tentu kita bertanya: “Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”
Sekarang matahari, semakin tinggi
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:
Kita ini dididik untuk memihak yang mana?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
Akan menjadi alat pembebasan
Ataukah alat penindasan?
Sebentar lagi matahari akan tenggelam
Malam akan tiba. Cicak-cicak berbunyi di tembok
Dan rembulan akan berlayar
Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
Akan hidup di dalam bermimpi
Akan tumbuh di kebon belakang
Dan esok hari matahari akan terbit kembali
Sementara hari baru menjelma
Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan
Atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra
Di bawah matahari ini kita bertanya:
Ada yang menangis, ada yang mendera
Ada yang habis, ada yang mengikis
Dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!