Kita sering berucap tanpa berpikir. Kita tidak sadar atau lupa bahwa yang kita katakan dapat secara bertahap menjauhkan anak kita dari Tuhan.
Seperti yang dikatakan Anna kecil dalam buku, Mister God, This Is Anna karya Fynn, kita dapat menempatkan Tuhan dalam kotak-kotak kecil. Terlalu sering kita memberi anak-anak tentang sifat Tuhan hanya sebagai seperti pemberi hadiah, pembuat mukjizat, penjelas serba guna, atau bahkan “hantu” yang menakutkan. Ungkapan seperti itu dapat memengaruhi anak-anak kita selamanya. Berikut beberapa contoh kalimat atau ungkapan yang harus dihindari.
Hindari Menyebut Yesus sebagai yang “Kecil”
Sebenarnya tidak salah untuk berbicara tentang “Yesus kecil” karena memang Yesus pernah menjadi seorang anak kecil. Namun, bukanlah tidak baik secara umum menyebut Dia seperti itu karena bagi anak, Yesus hanya akan menjadi “Yesus kecil”, Bayi Yesus dari Kandang Natal, atau rumah Nazaret. Dia akan menjadi “Yesus kecil untuk anak-anak”.
Hindari Berkata, “Yesus tidak mencintaimu ketika kamu bertindak seperti itu”
Rumus ini harus dilarang keras karena sepenuhnya salah. Yesus sangat mengasihi setiap kita, bahkan jika kita adalah orang yang paling berdosa. Seorang anak yang mendengar ini akan tumbuh dengan ketakutan akan kehilangan cinta Tuhan. Dia akan percaya bahwa Tuhan tidak mencintai orang berdosa. Apa yang dikatakan orang tua di tahun-tahun awal memiliki pengaruh yang besar sampai anak dewasa. Dalam pikiran anak bisa tertanam pemahaman bahwa Tuhan mencintai kita hanya jika kita berperilaku baik.
Demikian pula, kita tidak boleh mengatakan, “Saya tidak suka gadis kecil yang berbohong (atau anak laki-laki kecil yang selalu berteriak dan berteriak, misalnya),” sebagai cara yang lebih singkat untuk mengatakan bahwa kita tidak suka jika mereka berbohong. Yang dipahami anak dengan perkataan tersebut, adalah bahwa kita tidak menyukai atau malah membenci mereka ketika mereka berbohong. Ini mungkin tampak seperti poin kecil, dan memang demikian, tetapi pendidikan terdiri dari hal-hal kecil, dan dalam hal ini kita harus ingat bahwa cara kita mencintai anak-anak kita, cara kita menunjukkan cinta kita, membantu mereka untuk merasakan dan menghayati kasih Tuhan.
Hindari mengatakan, “Tuhan sedang menghukummu”
Meskipun benar bahwa “penderitaan” adalah akibat dari dosa, adalah salah dan berbahaya untuk menampilkan penderitaan atau kegagalan sebagai hukuman langsung dari dosa tertentu. Ingat bagaimana Yesus menjawab murid-murid-Nya yang bertanya kepada-Nya tentang orang buta: “Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, ‘Rabi, yang berdosa, dia atau orang tuanya, sehingga dia dilahirkan buta?’ Yesus menjawab, ‘Baik dia maupun orang tuanya tidak berdosa. Tapi itu agar pekerjaan Tuhan bisa menjadi nyata di dalam dia ‘”(Yohanes 9: 2-3).
Ketika seorang anak merasa terluka karena ketidaktaatan, dan mendengar bahwa itu adalah hukuman dari Tuhan, dia akan berpikir bahwa penderitaan selalu “pantas”. Sebaliknya, kebahagiaan atau gagasan yang dia miliki tentang (kesehatan, keberuntungan, tidak adanya penderitaan, kesenangan) selalu merupakan tanda perilaku yang menyenangkan Tuhan.
Hindari Perkataan: “Yesus Tidak Bahagia, Kamu Menyakiti Dia”
Pernyataan ini benar dan salah pada saat bersamaan. Mengatakan bahwa dosa kita membuat Yesus menderita tidaklah salah. Tapi kita harus waspada: yang penting bukanlah apa yang ingin kita katakan, tapi apa yang anak rasakan dan pahami. Anak itu mungkin berpikir bahwa kebahagiaan Yesus bergantung padanya, pada perilakunya yang baik atau buruk, yang salah. Pada kenyataannya, bukan kebahagiaan Yesus yang dihancurkan oleh dosa, tetapi kebahagiaan orang berdosa. Demikian pula, kualitas kasih Yesus kepada kita tidak bergantung pada tanggapan kita. Tuhan mencintai kita dengan bebas, total dan tanpa syarat. Cinta inilah yang perlu kita teruskan berulang kali kepada anak-anak kita. (Aleteia/Christine/EDL)