Oleh Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Redemptorias Samoa, Provinsi Redemptoris Oceania
TEMPUSDEI.ID (1/11/20) – Bunda Teresa dari Kalkuta pernah ditanya oleh seorang wartawan, “Bunda Teresa, apa yang Anda rasakan ketika orang memanggil Anda: orang kudus yang hidup?” Bunda Teresa dengan santai menjawab, “Tidak ada. Saya tidak merasakan apa-apa. Sebenarnya, itulah yang seharusnya kita lakukan: hidup suci.”
Tentang hal ini, Santo Yohanes, rasul, sangat jelas mengatakan dalam 1Yoh 3: 1-3: “Lihatlah betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. …” Itulah sebabnya Yesus menegaskan kepada kita: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.” (Mat 5: 48). Singkatnya, sebagai anak-anak Allah, kita diharapkan menjadi orang-orang kudus.
Paus Benediktus XVI mengatakan: “Menjadi orang-orang kudus berarti menjadikan secara lebih penuh dari yang sudah kita miliki, diangkat ke martabat sebagai anak angkat Allah dalam Kristus Yesus.” Menjadi orang berdosa bukanlah milik kita secara kodrati sebagai anak Allah, tetapi menjadi orang kudus adalah panggilan kita.
Pada 1 November kita memperingati dan menghormati semua orang kudus. Mereka adalah pria dan wanita, sama seperti kita, yang dengan setia mengikuti Yesus dan berbagi dalam kemenangan-Nya. Dalam penglihatan Santo Yohanes, dia menggambarkan mereka sebagai “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.” (Why 7: 9).
Sebagian besar dari mereka namanya tidak ada dalam kalender liturgi, tetapi ada tertulis di dalam “Buku Kehidupan”. Mereka terus-menerus memandang wajah Allah. Inilah alasan utama dan satu-satunya alasan kebahagiaan mereka yang sempurna dan abadi, yaitu memandang wajah Tuhan secara langsung. Memandang Tuhan dari muka ke muka. Dengan kata lain, berada bersama Tuhan, berdiri di hadapan Tuhan, memandang-Nya secara langsung, adalah kunci kebahagiaan sejati dan abadi yang sekarang dinikmati oleh semua orang kudus dan para malaikat di surga.
Dalam Injil Matius 5: 1-12, Yesus memberi kita jalan menuju kekudusan. Jalan itu adalah yang kita kenal sebagai Sabda Bahagia. Sekilas bagi yang belum terbiasa, ajaran ini nampak agak aneh dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin orang miskin bisa diberkati dan berbahagia? Bagaimana mungkin orang yang berduka bisa berbahagia? Bagaimana mungkin mereka yang lapar, yang haus dan yang teraniaya dapat dianggap berbahagia dan beruntung? Jawabannya sederhana saja. Orang-orang kudus adalah bukti bagi kita. Kebahagiaan mereka adalah persatuan yang utuh dengan Tuhan. Hidup mereka di dunia tidak berkelimpahan dengan kekayaan, tidak penuh dengan pesta pora dan tawa ria. Hidup mereka penuh dengan keterbatasan, cobaan, tantangan dan penderitaan, bahkan banyak yang disiksa dan dibunuh secara keji.
Bagi kebanyakan mereka yang memiliki kekayaan, mereka yang selalu bersukacita dan mereka yang menikmati kesenangan duniawi, kemungkinan besar Tuhan jauh dari pikiran dan hati mereka. Mereka tidak perlu berdoa untuk mendapatkan rezeki. Mereka tidak merasa perlu berlari kepada Tuhan, karena dalam kelimpahan, mereka merasa tidak membutuhkan apa-apa lagi. Mereka hanya perlu bersenang-senang. Mereka terlalu sibuk dengan urusan duniawi sehingga mereka tidak punya waktu untuk memikirkan Tuhan. Inilah orang-orang yang tidak dapat menemukan kebahagian sejati. Mereka hanya kelihatan seperti bahagia, tetapi sesungguhnya tidak bahagia. Mereka tidak menyadari bahwa semua yang membahagiakan mereka sekarang hanya bersifat sementara dan akan hilang begitu saja kapan saja dan tidak akan dibawa ketika meninggal.
Dalam Sabda Bahagia versi Injil Lukas, Yesus menyebut mereka: celaka: “…celakalah hai kamu yang kaya….celakalah kamu yang sekarang kenyang…celakalah kamu, yang sekarang tertawa….” (Luk 6: 24-26)
Di sisi lain, orang-orang yang disebutkan dalam Sabda Bahagia diberkati dan bahagia karena pada saat-saat membutuhkan dan dalam kesulitan, mereka tidak memiliki jalan lain selain berpaling kepada Tuhan. Hanya Tuhanlah satu-satunya andalan dan tumpuan harapan mereka. Dan Tuhan tidak pernah tinggal diam. Dia akan selalu datang membantu anak-anak-Nya yang membutuhkan. Dan yang lebih penting adalah bahwa mereka menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Itulah yang memberi mereka kebahagiaan seperti kebahagiaan orang-orang kudus yang dapat memandang wajah Tuhan yang mempesona secara langsung, dari muka ke muka.
Oleh karena itu, janganlah sampai kita disesatkan. Janganlah kita terpesona dengan apa yang ditawarkan dunia kepada kita. Memiliki lebih banyak uang tidak menjamin kebahagiaan. Memiliki lebih banyak barang-barang bermerk dan mahal, lebih banyak teman, lebih banyak kehormatan dan popularitas, kekuasaan, dan lebih banyak hal-hal dunia yang lain, tidak akan membuat kita bahagia. Bukan memiliki secara berlimpah yang membuat kita bahagia, melainkan memiliki Tuhan yang akan membuat kita benar-benar bahagia.
Kebahagiaan sejati hanya datang saat kita bersama dan bersatu dengan Tuhan. Tanpa menyertakan Tuhan dalam hidup kita, kebahagiaan kita bersifat dangkal dan sementara. Jika kita ingin membuktikan pernyataan ini, kita harus membaca riwayat hidup orang-orang kudus. Kehidupan mereka di dunia adalah bukti dari kebenaran ini. Mereka adalah model dan pahlawan kita yang memberitahu dan mengingatkan bagaimana benar-benar menjadi terberkati dan bahagia. Pertanyaannya adalah: berapa banyak dari kita yang suka membaca riwayat hidup orang-orang kudus? Berapa banyak orang di antara kita yang mengetahui riwayat hidup santo/santa pelindungnya? Apakah kita masih setia membaptis anak-anak kita dengan memberi nama pelindung orang Kudus? Apakah kita berusaha menciptakan suasana dalam keluarga, komunitas dan lingkungan sekitar kita yang bisa mendukung kita untuk menjadi kudus?
Perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus mengingatkan kita bahwa menjadi orang kudus bukanlah sesuatu yang mustahil karena memang itulah sebenarnya kodrat dan panggilan kita sebagai anak-anak Allah. Orang-orang kudus bukanlah tokoh-tokoh cerita fiksi dan pahlawan magis. Mereka adalah pria dan wanita seperti kita. Di mana kita sekarang hidup, di situlah dulu mereka juga hidup. Di mana sekarang mereka berada, kita berharap bahwa suatu hari kita pun berada bersama mereka di situ.
Seperti ungkapan bijak yang sangat terkenal, “setiap orang kudus memiliki masa lalu dan setiap orang berdosa memiliki masa depan.” Untuk itu Sabda Bahagia selalu mengingatkan, menyadarkan dan memberi kita pedoman untuk membantu kita memusatkan hidup kita pada Tuhan, satu-satunya sumber kebahagiaan sejati dan abadi, baik di dunia ini maupun di surga nanti sebagaimana diteladankan oleh para kudus yang kita hormati pada pada 1 November.
Selamat Hari Raya Semua Orang Kudus. Tuhan memberkati.
Terima kasih.. ‘orang kudus dari Samoa’. Teruslah berwarta akan Kasih Setia Tuhan di Sepanjang Ziarah hidup dan Imamat-mu. Salam Sehat.. selalu dlm Pengabdian-mu yang penuh Kasih.