Fri. Nov 22nd, 2024

Romo Magnis Suseno: Tuduhan Bahwa Paus Dukung Perkawinan Sejenis Tidak Berdasar

Membiarkan diskriminasi dan persekusi terhadap manusia-manusia homo merupakan suatu kejahatan terhadap kemanusiaan.

TEMPUSDEI.ID (5/11/20) – Dalam artikelnya berjudul Perlindungan Hukum bagi Pasangan Sejenis? Seruan Paus Fransiskus pada Mingguan Katolik HIDUP edisi 44 (1/11/20), Romo Franz Magnis Suseno SJ menulis, Paus Fransiskus tak pernah menyatakan mau membuka Sakramen Perkawinan bagi pasangan sejenis. Lebih dari itu, Paus juga tetap menolak penyamaan “perkawinan” antarpasangan sejenis dan perkawinan (biasa) antara laki-laki dan perempuan oleh negara.

Menurut Gereja Katolik jelas pakar Filsafat dan Etika ini, penolakan “perkawinan homo” bukan diskriminasi. Hubungan antara lelaki dan perempuan merupakan kepentingan dasariah masyarakat, sedangkan hubungan antara dua orang sejenis tidak. Hubungan laki-laki dan perempuan perlu dilindungi masyarakat karena hanya hubungan ini yang menjamin kepentingan paling dasar umat manusia: kelanjutannya. Hanya dari hubungan laki-laki dan perempuan bisa lahir anak baru. Dan sesudah lahir, anak selama 15 sampai 20 tahun pertama hidupnya memerlukan ruang sosial stabil agar bisa menjadi manusia dewasa yang sanggup memberikan sumbangannya pada keselamatan komunitasnya. Ruang itu adalah keluarga. Karena itu wajarlah kalau masyarakat, negara dan Gereja menolak penyamaan “perkawinan homo” dengan perkawinan tradisional.

BACA JUGA: https://www.tempusdei.id/2020/11/2832/menyebut-paus-dukung-perkawinan-sejenis-pendeta-gilbert-lumoindong-tidak-peka-dan-kebablasan.php

Menurut Magnis, tuntutan Paus Fransiskus agar kaum homoseks diberi perlindungan terhadap persekusi sangat sesuai dengan garis khas kepausannya – yang juga sepenuhnya menjadi prioritas dua Paus sebelumnya – bahwa Gereja harus menyertai dan melindungi mereka yang lemah, miskin, tersingkir, dipersekusi, terusir, ya mereka yang pinggiran. Orang-orang yang disebut LGBTQ (lesby, gay,  dwisexual, transsexual, queer) jelas termasuk di situ. “Mereka juga anak-anak Allah.”

Pada bagian lain tulis Magnis dalam artikel yang sama, tidak bisa disangkal bahwa pernyataan Paus Fransiskus mempunyai implikasi. Sikap Gereja Katolik terhadap gejala homoseksualitas memang mengalami perkembangan mendalam dalam 50 tahun terakhir. Selama hampir 2000 tahun, apa pun yang berbau “homo” dianggap dosa. Baru Santo Paus Johannes Paulus II, belajar dari psikologi, menyatakan bahwa kecendrungan homoseks tidak merupakan dosa. Kecenderungan seksual tidak dibikin dan bukan hasil pendidikan, melainkan ditemukan secara alami. Tetapi suatu kecenderungan alami berada di luar tanggungjawab kita dan karena itu tidak dapat merupakan dosa. Sejak Paus Johannes Paulus II tambah Magnis, Gereja Katolik menuntut agar orang dengan kecenderungan homoseksual sepenuhnya diakui sebagai warga masyarakat dan manusia dan wajib diperlakukan menurut hak-hak asasi manusia.

Namun karena anggapan tradisional Gereja bahwa segenap hubungan seksual di luar perkawinan yang sah (tentu antar laki-laki dan perempuan) adalah dosa, Paus Johannes Paulus II maupun Paus Benediktus XVI menegaskan bahwa hubungan seks antara pasangan sejenis merupakan “kelakuan yang tidak benar”, “sesuatu yang secara hakiki buruk secara moral” (“an intrinsic moral evil”).

Dengan permintaan Paus Fransiskus, tambah imam asal Jerman ini, anggapan tradisional itu dipertanyakan. Tak mungkin Gereja akan minta negara menyediakan jaminan hukum bagi pola kehidupan yang dianggapnya dosa. Kalau Paus Fransiskus minta agar negara menyediakan ruang aman bagi pasangan sejenis, tidak mungkin ia menganggap hubungan itu, termasuk hubungan seksual mereka, sebagai dosa.

Sekali lagi Romo Magnis menegaskan bahwa  tuduhan Paus Fransiskus mendukung perkawinan antardua manusia sejenis (“perkawinan homo”) tidak berdasar sama sekali. “Yang dituntut Paus adalah agar segenap diskriminasi dan persekusi terhadap kaum homoseks dihentikan dan agar, demi tujuan itu, negara diharapkan menyediakan ruang di mana pasangan homoseks dapat hidup bersama secara sah-legal,” tandas Magnis.

Membiarkan diskriminasi dan persekusi terhadap manusia-manusia homo merupakan suatu kejahatan terhadap kemanusiaan.

Bagi Paus Fransiskus jelas Guru Besar Filsafat STF Driyarkara ini, perlindungan terhadap orang yang lemah, miskin terancam, terdiskriminasi adalah salah satu tuntutan Yesus yang paling mendalam.

Akan tetapi tambah Magnis, benar juga: pandangan tradisional bahwa segala hubungan seks di luar perkawinan sah dengan sendirinya merupakan dosa, tidak lagi dapat dipertahankan. Paus tidak akan minta untuk melindungi secara hukum suatu cara hidup yang olehnya dinilai dosa. Itu tidak berarti bahwa Paus Fransiskus outing diri sebagai pemuji free sex. Tetapi Gereja Katolik memang sedang berada dalam proses pencarian pengertian lebih mendalam tentang bagaimana sikap positif, etis, bertanggung jawab, sesuai dengan tuntutan Yesus, terhadap seksualitas manusia dapat diwujudkan. Yang penting, urainya lagi, segala persekusi dan stigmatisasi terhadap orang-orang dengan kecenderungan homoseks harus diakhiri. Itulah pesan Paus Fransiskus. (tD)

Caption foto: Romo Magnis, foto: Majalah TEMPO

Related Post

Leave a Reply