Jakarta, TEMPUSDEI.ID – Untuk pertama kalinya setelah berdiri sejak 17 tahun lalu, Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki) memberikan penghargaan kepada 17 tokoh yang dianggapnya memberi sumbangsih bagi pembanguan Gereja dan Tanah Air.
Pemberian penghargaan dilakukan di Hotel Aston Bellevue, Jakarta Selatan pada 10/11 dalam “Malam Cinta Bagi Negeri” bertajuk Berkarya dan Memberi yang Terbaik.
Para tokoh yang mendapat penghargaan jelas Ketua Panitia, Emanuel Dapa Loka adalah orang-orang hebat yang dengan tuntunan mata kakinya, bagai musafir berjalan kian ke mari, menyorotkan matanya melihat kehidupan sesama. Yang mereka lihat itu kemudian turun ke hati, diolah dalam batin lalu muncul dalam aneka tindakan kemanusiaan. “Inilah yang dalam istilah Jakob Oetama, Tokoh Pers Indonesia sepanjang masa, disebut sebagai ‘Kemanusiaan Transedental’ yang konkret dirasakan oleh sesama,” ujar wartawan yang juga penulis biografi ini.
Ketujuh belas tokoh tersebut adalah Dr. Rahmat Effendi (Tokoh Toleransi), Gus Ruchul Maani (Tokoh Ormas Non Kristen), Alm. DR (HC) Drs. Jakob Oetama (Tokoh Pers Inspiratif), Sugeng Teguh Santoso, SH (Tokoh Pengawal Hukum), Dr. Stefanus Roy Rening, SH (Tokoh Pemikir Hukum), RG Setio Lelono (Tokoh Advokasi Gereja), Handoyo Budhisejati (Tokoh Organisasi Katolik), Djasermen Purba (Tokoh Ormas Kristen), Mayjend. dr. Albertus Budi Sulistyo (Tokoh Kesehatan), J. Irwan Hidayat (Tokoh Jamu Herbal Inspiratif), Sandec Sahetapy (Tokoh Penggerak Budaya), drg. Aloysius Giyai, M.Kes (Tokoh Inovatif Kesehatan), Tetty Paruntu (Tokoh Perempuan), Jerry Pattinasarany (Tokoh Inspiratif Muda), James Koleangan (Tokoh Pengusaha Muda), Christie Damayanti (Tokoh Disabilitas Inspiratif), Pdt. Rubin Adi Abraham (Tokoh Sinode).
Aloysius Giyai ketika mendapat kesempatan berbicara, berbagi pengalaman dalam memberikan hati dan pikirannya melayani masyarakat Papua. “Sebagai dokter, saya sangat terikat oleh sumpah. Maka saya tidak akan membiarkan seorang pun meninggal, apa pun taruhannya baik jabatan maupun nyawa. Saya pasti membela kehidupan siapa pun. Jabatan dan nyawa saya pertaruhkan,” tandas dr. Alo yang juga Direktur RSUD Jayapura ini.
Kerelaannya mempertaruhkan segalanya dipicu oleh pengalaman masa lalu yang sangat berat bahkan diikuti banyak tragedi. “Saya tidak mau itu terulang kepada orang lain. Saya berusaha keras untuk itu walau banyak juga kelemahan kami,” ujar mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua ini.
Alo lalu bercerita, beberapa kali dia “melanggar” peraturan dengan tetap memberikan pelayanan secepat-cepatnya kepada mereka yang belum terdata. “Sekali lagi ini urusan nyawa. Jadi saya harus bergerak cepat, sedangkan hal administratif tetap bisa diurus kemudian,” ujarnya.
Sementara itu, Setio Lelono yang dinobatkan sebagai Tokoh Advokasi Gereja menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang diterimanya. Setio mengungkapkan bahwa dia mengurus IMB Gereja sebagai tugas yang sewajarnya sebagai seorang Katolik. Menjadi terasa berbeda karena dia mengurusnya di wilayah yang “tidak mudah”, yakni Jawa Barat, khususnya Bekasi.
Meski tidak mudah, Setio telah berhasil mengurus tiga buah IMB gereja, yakni Gereja Santa Clara, Gereja Santo Mikael dan Gereja Santo Yohanes Paulus II. Ketiganya berada di wilayah Kota Bekali. “Saya atau kita beruntung punya walikota Pak Rahmat Effendi yang sangat mau mengayomi semua masyarakatnya. Kita berterima kasih kepada Bang Pepen dan masyarakat Bekasi,” ucap Setio.
Kepada tempusdei.id Rahmat Effensi atau yang akrab disapa Pepen mengatakan bahwa perbedaan keyakinan, suku dan agama sebagai anugerah Tuhan. “Tuhan menciptakan keberagaman itu untuk umat-Nya, dan harusnya disyukuri. Kalau di hati kita ini tumbuh keikhlasan bersyukur, kita tidak perlu mempertentangkan keyakinan satu dengan lainnya. Nah, merawat pluralisme itu bagian rasa syukur yang harus dipertahankan dan dikembangkan bersama. Semua yang ada di kota Bekasi ini bertanggung jawab membangun kota ini,” katanya pada sebuah kesempatan di ruang kerjanya.
Sebagai pemeluk Islam, Pepen paham betul bahwa Islam adalah rahmat bagi sekalian alam, karena itu ia selalu mengajak masyarakatnya untuk hidup harmonis, agar benar-benar menjadi rahmat bagi siapa pun. Namun Pepen menyadari, hal ini tidak mudah dilaksanakan. “Kan ada masyarakat yang berpikir ‘pokoknya’, yang merasa yang dia pikir itulah yang paling benar. Namun gak apa-apa, biarkan saja dan perlu dikasih pengertian terus,” kata Pepen lagi. (tD)