TEMPUSDEI.ID (16/11) – Sukses dan menjadi kaya adalah impian semua orang. Jika berhasil menjadi orang kaya, lalu untuk apa kekayaan itu? Mau menggunakan hanya untuk diri sendiri atau berbagi dengan orang lain dengan menjadi saluran berkat? Tinggal memilih. Menjadi saluran berkat memang menyenangkan. Ketika kita memberi sesuatu kepada orang lain, apalagi kepada yang sangat membutuhkan, bukan hanya orang itu yang bergembira, tetapi kita pun bersukacita. Itulah misteri dari tindakan menjadi saluran berkat itu. Tindakan memberi tidak membuat kita kehilangan sesuatu, tetapi justru mendapatkan sesuatu, bahkan lebih banyak dari yang kita berikan.
Suatu malam beberapa wartawan dari Persekutuan Wartawan Media Kristiani Indonesia (Perwamki) diundang makan malam oleh pengacara sekaligus pemikir hukum Indonesia, Stefanus Roy Rening, di sebuah café bernama Café KITA. Café dengan dominasi warna oranye ini, terletak di Gandaria I, Jakarta Selatan. Di bagian depan, khususnya di tembok kiri dan kanannya, terpampang tulisan cukup besar Kopi NKRI. Nah, yang lebih mantap lagi, di bawah tulisan itu terdapat lukisan gambar Presiden Jokowi yang sedang minum kopi, lengkap dengan gaya sang presiden yang bersahaja dan merakyat.
Lalu apa hubungannya café ini dengan saluran berkat? Sabar, ceritanya masih berlanjut. Dalam makan malam itu, saya lalu menanyakan muasal ide memberi nama Kopi NKRI itu. Roy Rening yang duduknya persis di samping saya bercerita, mula-mula Café KITA ingin membuat racikan kopi menggunakan alat khusus seperti yang biasa digunakan oleh Starbucks atau JCO. Biar mantap katanya. Tapi mendengar harga alat tersebut mencapai 200 juta, Roy Rening terkejut. Ia lalu memanggil adiknya yang mengolah café tersebut dan berkata, “Kalian tidak akan mampu kalahkan Starbucks dan JCO. Cari ide yang lebih brilian,” ujarnya.
Suatu hari Roy pergi ke Pasar Senen, Jakarta Pusat. Di sana ia mendapati penjual kopi curah yang kopinya berasal dari seluruh Indonesia. Ada kopi dari Aceh, Papua, Flores, Lampung, Medan, Toraja, dan seterusnya. Langsung saja muncul ide bahwa Café KITA akan ciptakan dan suguhkan racikan kopi NKRI, yaitu pencampuran, perpaduan, dan persatuan antarkopi di nusantara. Lahirlah Kopi NKRI itu.
Bagi anda yang belum pernah mencobanya, jangan ragu untuk mencoba. Kopinya enak, awalnya rada pahit, namun makin lama makin enak di tenggorokan.
Lalu apa hubungannya dengan saluran berkat? Sabar, ceritanya masih berlanjut beberapa bait lagi sebelum kita sampai ke situ.
NKRI, jika tak disandingkan dengan Jokowi, rasanya kurang lengkap. Maka pengelola café memanggil seorang pelukis profesional untuk melukis Presiden Jokowi sedang minum kopi.
Memasuki café ini, memang terasa ada yang beda. Dominasi warna orange yang kuat, kopi NKRI, dan lukisan Presiden Jokowi, seolah membawa kita pada nuansa Indonesia yang sangat kita harapkan dan rindukan akhir-akhir ini.
Café ini dimiliki dan dikelola oleh seorang anak muda bernama Eli Nyoman. Ia pernah menjadi salah satu sekretaris di Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI) yang sempat berlaga di Pemilu 2009 silam. Ketua Umumnya saat itu tak lain adalah Roy Rening sendiri. Namun pada Pemilu berikutnya, PKDI sudah tidak ikut Pemilu karena tak lolos verifikasi dan akibat masalah internal yang membelit.
PKDI vacum, namun Eli Nyoman setia mengikuti Roy Rening, membantu apa saja yang dibutuhkan si pengacara. Sampai suatu waktu, Roy meminta Eli mencarikan orang yang mau menyewa sebuah rumah di Jl. Gandaria I. Dengan spontan Eli menjawab dengan nada bertanya, “Mengapa tidak berikan ke saya saja? Saya siap mengelola tempat itu menjadi sebuah café”.
Roy terkejut. Tapi segera ia putuskan rumah itu diserahkan kepada Eli untuk dijadikan sebuah café. “Eli sudah lama setia bersama saya. Ini saatnya saya membalas kebaikannya,” gumam Roy dalam hati.
Roy tahu, Eli tak punya cukup dana untuk menjadikan rumah itu sebuah café yang layak secara komersial. Roy pun merogoh koceknya merenovasi rumah tersebut dan membeli segala sesuatu yang dibutuhkan café tersebut. Tanggal 15 Agustus lalu, di hadapan keluarga dan teman-temannya Roy secara resmi memberikan café tersebut untuk dimiliki dan dikelola Eli Nyoman.
Tak berhenti di situ. Sering sekali Roy mengundang teman-temannya makan di café tersebut. Ia membayar semuanya seperti seorang customer yang sedang menggunakan jasa sebuah unit usaha. Termasuk ketika ia mengundang kami makan malam di Café tersebut.
“Setiap hari saya berdoa agar dipakai Tuhan menjadi saluran berkat-Nya’. Café KITA menjadi salah satu kesaksian iman saya, bahwa Tuhan mendengarkan doa saya,” ujar Roy.
Di penghujung obrolan kami, ia berkata, “Dalam hidup ini ada dua pilihan: diberi atau memberi. Tangan di bawah atau tangan di atas. Saya memutuskan untuk menjadi pemberi,” ujarnya. (Celestino Reda)