TEMPUSDEI.ID (25/11/20) – Hidup ini adalah sebuah misteri. Itulah yang secara konkret terjadi dan dialami oleh Wakil Gubernur Washington, Amerika Serikat, Cyrus Habib. America Magazine (AM) melaporkan pada 19 Maret 2020, Cyrus Habib meninggalkan dunia politik dan masuk biara. Di tengah karier politiknya yang cemerlang, ia mengikuti bisikan hatinya untuk berhenti dari pelataran yang membesarkan namanya dan masuk biara. Dia memilih ordo Jesuit.
Keputusan ini mengherankan bagi banyak orang, tapi itulah misteri. Sebenarnya, dengan posisinya sekarang dan rekam jejak yang mengagumkan, dia berkesempatan maju lagi sebagai Calon Wakil Gubernur, bahkan Calon Gubernur Washington di Local Leaders Election (atau Pilkada) tahun depan. Usianya baru 38 tahun, dan karier politiknya masih sangat panjang.
Cyrus Habib memutuskan mengakhiri karier jabatan publik yang sudah dijalaninya selama 8 tahun tersebut untuk masuk biara. Wow!
Habib mengaku, dua tahun ia berusaha mencermati melalui doa dan discernment atas panggilan Tuhan yang telah membawa dirinya bergabung dengan para Yesuit.
Ia tahu akan banyak orang terkejut dan bertanya-tanya atas keputusannya ini. Pertanyaan itu muncul terutama karena dia dianggap sebagai seseorang yang memiliki masa depan politik yang cerah.
Dalam sebuah esai di America Magazine, ia memuji iman Katoliknya karena menjadi awal mula motivasi untuk memasuki dunia politik, dan iman Katolik pula yang membimbing dalam mengambil keputusan dalam jabatannya.
“Prioritas-prioritas dalam jabatan saya berakar kuat dalam ajaran sosial Katolik, yang menempatkan orang miskin, orang sakit, orang berkebutuhan khusus, imigran, tahanan, dan semua orang yang tersisihkan di pusat agenda sosial dan politik kita,” tulisnya lagi.
Pernah Jalani Masa Lalu Yang Berat
Meski memiliki karier politik yang cemerlang, Habib ternyata memiliki kisah hidup yang sangat berat.
Ia kehilangan penglihatannya secara total pada usia 8 tahun karena kanker, dan 3 kali selamat dari kanker. Ia menulis bahwa pengalaman hidupnya telah memberinya rasa empati bagi mereka yang tersisih secara sosial.
Terlepas dari keberhasilan politik dan prospek cerahnya untuk masa depan, Habib mengatakan kepada America Magazine bahwa baru-baru ini ia merasa terpanggil untuk menjalani gaya hidup yang berbeda, meskipun gaya hidup itu juga berorientasi pada pelayanan dan keadilan sosial. “Saya sudah merasakan panggilan hidup saya untuk cara yang lebih langsung dan pribadi,” tulisnya lagi.
“Saya mulai percaya bahwa cara terbaik untuk memperdalam komitmen saya terhadap keadilan sosial adalah dengan mengurangi kompleksitas dalam hidup saya sendiri dan mendedikasikannya untuk melayani orang lain,” lanjutnya lagi.
Habib memuji Yesuit atas komitmen mereka terhadap pendidikan, dan ia mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk mengetahui bagaimana kehidupannya dalam ordo itu.
Untuk menjadi seorang Yesuit biasanya memakan waktu 8 sampai 17 tahun. Habib akan masuk Serikat Yesus provinsi West America pada musim gugur ini. Habib memohon doa. “Saya memohon Anda semua membawa saya dalam doa untuk perjalanan saya menempuh jalan baru, dan tentu saja Anda akan selalu dalam doa saya,” pintanya.
Pria berdarah Iran dan lahir dari sepasang orang tua di Maryland pada 22 Agustus 1981. Habib memeluk agama Katolik Roma saat belajar di Oxford, dan selama bertahun-tahun dalam politik menghadiri Misa di Katedral St. James di Seattle.
Ibu kandungnya bernama Susan Amini, pernah menjadi penerbit buku-buku Katolik ketika masih tinggal di Teheran. Ayahnya meninggal dunia tahun 2016, beberapa minggu sebelum Habib mengikuti proses Pilkada. Dan motivasinya menjadi seorang yesuit tumbuh ketika ia menyaksikan ayahnya sekarat akibat kanker. Ia resmi diterima pada 2019, namun pimpinan Yesuit memberinya kesempatan menyelesaikan tugasnya di panggung politik sebagai Wakil Gubernur yang tersisa satu tahun lagi.
Habib mulai karier politiknya sebagai pejabat publik pada tahun 2012 ketika dia mencalonkan diri sebagai anggota dewan Negara Bagian Washington. Ia menjadi Senator tahun 2014 dan Wakil Gubernur tahun 2016.
Berpendidikan Cemerlang
Habib lulus dari Bellevue International School pada 1999. Pada tahun 2003 ia menerima gelar BA dari Columbia University summa cum laude dan Phi Beta Kappa, setelah mengambil jurusan ganda dalam Bahasa Inggris dan Sastra Komparatif dan Studi Timur Tengah sebagai mahasiswa Edward Said dan Jacques Derrida.
Sewaktu kuliah, Habib bekerja di kantor Senator Hillary Clinton di New York City.
Sebagai Cendekia Rhodes, Habib memperoleh gelar Master of Letters dalam sastra Inggris pascakolonial dari St John’s College, Oxford, tempat ia menjadi anggota aktif dari Oxford Union. Dia menulis tesis masternya tentang Ralph Ellison dan Salman Rushdie. Dia dinobatkan sebagai Soros Fellow pada tahun 2007.
Habib kemudian memperoleh gelar JD dari Yale Law School pada tahun 2009, di mana ia menjabat sebagai editor Jurnal Hukum Yale. Dia adalah anggota program Strategi Besar universitas, yang dipimpin oleh John Lewis Gaddis, Charles Hill, dan Paul Kennedy.
BACA JUGA: https://www.tempusdei.id/2020/11/3011/bravo-pangdam-jaya-rakyat-bersamamu.php
Emanuel Dapa Loka mengolah dari Catholic News Agency, Wikipedia, sesawi dan beberapa sumber lain.