Oleh Romo Albertus Herwanta, O. Carm
Manusia melewati pengalaman eksistensial dalam perjalanan hidupnya. Dari awal hingga akhir. Semua orang mengalami rasa takut.
Ketika berpindah dari rahim ibu yang tenteram dan membahagiakan ke dunia nyata, sang bayi merasa kurang nyaman. Tiba-tiba disergap “rasa takut” kehilangan. Lalu, dekapan hangat sang ibu membuatnya tenang dan terhibur.
Cinta yang semestinya membahagiakan pun diwarnai rasa takut. Pasangan yang saling mencintai pun kerap dikuasai rasa takut: ditolak atau kehilangan kekasihnya. Pelbagai cara ditempuh agar dirinya tetap diterima dan dikasihi. Kalau mungkin, dengan kasih tanpa syarat.
Orang yang “mengaum” bagai singa di depan massa dan berteriak-teriak sesukanya, tatkala harus sendiri mendadak takut: ngumpet, mulutnya macet dan nyalinya cupet! Sendirian, orang diterkam rasa takut.
Para penguasa dan pejabat terkuat pun dihantui rasa takut. Semakin tinggi posisi dan kekuasaan seseorang, semakin banyak pula rasa takutnya. Dì mana-mana mesti dikawal. Rasa takutnya berlipat tatkala buah kekuasaan itu dinikmati oleh kroni-kroninya. Rasa takut berjamaah membuatnya terus bertambah.
Penyebab rasa takut yang paling menghantui adalah mati. Mengapa? Pertama, mesti dijalani sendiri. Dalam bunuh diri massal pun masing-masing mati sendiri. Kedua, semua yang dimiliki, baik yang materi (harta) dan rohani (kedudukan dan kekuasaan) lepas. Ketiga, mempertanggungjawabkan hidup yang telah dijalani. Ketiganya dilakukan sendiri. Bukankah “kesendirian” itu menakutkan?
Manusia mendambakan diri dibebaskan dari semua rasa takut. Namun dengan daya kekuatannya sendiri, tak mungkin dilakoni. Syukurlah, bahwa ada yang meneguhkan manusia dan menemani dalam menghadapi. Tuhan bersabda, “Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau” (Yes 41: 13). Itulah kekuatan terbesar bagi manusia dalam menghadapi ketakutannya. Pemazmur menulis, “Tuhan itu baik kepada semua orang, penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya (Mzm 145: 9). Pertanyaanya, ketika Dia datang, berapa yang menyambutnya dengan hati bersih dan lapang serta iman yang matang?