Hari Natal belum tiba, namun Romo Josep “Bible Learning With Father Josep” Susanto sudah mendapatkan kado istimewa. Dan atas kado ini, dosen Kitab Suci Perjanjian Lama di STF Driyarkara Jakarta ini mengaku tersipu-sipu. Ya, dengan mukjizat Tuhan tersebut, takjubnya atas kebaikan Tuhan semakin tak terkatakan.
Romo Josep memang selalu takjub ketika ia memutar kembali memorinya dan melihat penyertaan Tuhan dalam perjalanan studi dan panggilannya sebagai imam yang penuh dengan kejutan demi kejutan. Bagaimana kejutan-kejutan itu dia alami dan dia syukuri, ikuti kesaksiannya berikut ini:
Tuhan itu baik. Baik banget. Cuma rasa syukur dan terima kasih yang terucap dalam doa-doaku saat ini, sampai air mata haru menetes sendiri mengalir di pipiku.
Tahun ini aku dapat kado Natal yang datang terlalu pagi. Bukan barang barang branded, sepeda, apalagi uang. Bagiku, Tuhan sudah mencukupkan segala keperluanku sebagai seorang imam.
Tahun ini hadiah dari Tuhan sungguh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena belum pernah ada.
Di akhir November 2020 kemarin aku menerima sebuah email dari Rektor tempat aku kuliah dulu di Philippines, tepatnya di Loyola School of Theology, Manila (disingkat LST). Tidak terasa sudah 3 tahun aku meninggalkan kampus itu sejak lulus.
Membaca judul emailnya saja sudah membuat aku deg-degan di awal, karena tertulis: INVITATION TO TEACH IN LST (Undangan untuk Mengajar di LST)
Ya ampun, apa ini, pikirku, sambil tanganku gemetar dan jantungku berdegup kencang. Professor baik hati itu menyapaku dengan ramah. Itu gaya khasnya yang aku ingat selalu.
Setelah aku baca isi emailnya, oh ternyata kampus almamaterku ini meminta aku untuk mengajar di sana, minimal 1 tahun sekali, untuk mata kuliah Taurat, Nabi-Nabi, dan seputar Perjanjian Lama.
Bukan sembarangan mengajar, tetapi untuk memberi kuliah bagi mahasiswa S1 sampai S3. Semua sudah ditanggung, mulai dari transportasi, akomodasi, dan berbagai keperluanku. Bahkan jadwalnya pun aku bisa menentukannya sendiri.
Jujur, waktu baca email itu aku sampai nangis. Aku menangis bukan karena aku merasa hebat, atau pun karena adanya pengakuan internasional seperti ini.
Aku menangis karena merasakan Tuhan itu baik sekali buat hidupku. Rahmat-Nya, karunia-Nya, pengorbanan-Nya, semua yang aku terima dari Tuhan, sungguh menakjubkan.
Tuhan betul-betul mengubah seorang anak tukang kue yang sangat bodoh, yang setiap tahun nyaris tidak naik kelas ketika SD sampai SMP.
Padahal dulu waktu aku masuk seminari tahun 1995, aku cuma minta: “Tuhan, kasih aku nilai 6 saja, asal aku naik kelas dan bisa jadi imam yang baik.”
Tuhan mengabulkan doaku itu, bukan cuma nilai 6 tapi lebih dari apa yang aku minta. Sampai keajaiban-keajaiban terjadi. Bahkan aku sampai bilang, ini mukjizat Tuhan.
Waktu mulai menjalani proses-proses ajaib ini aku cuma bisa berserah sama Tuhan, “Jalani aja dulu satu-satu” begitu pikirku dulu. Ujungnya seperti apa, aku gak pernah tahu.
Sampai tahap demi tahap aku lalui, dengan tuntunan tangan Tuhan. Rentetan ujian mata kuliah-mata kuliah yang berat dan susah-susah aku lalui, juga bersama Tuhan di sampingku. Satu per satu terlewati. Tanpa Tuhan aku pasti tidak sanggup.
Sampai “tiba-tiba”, setelah 10 tahun berjuang bersama Tuhan, “tahu-tahu”, aku lulus sebagai Doktor Kitab Suci. Bayangin dan mikirnya saja aku sudah malu sendiri. Karena itu semua benar-benar ajaib.
Nah sekarang ada tawaran seperti ini, apa aku gak tambah nangis kejer. Tuhan itu baik, baik banget. Beneran.
Itulah kisahku, satu keajaiban lagi datang menghampiriku. Aku tidak bisa sombong, karena semua yang aku raih ini, hanya Tuhan yang bisa menjelaskannya. Sekali lagi, Terima kasih Yesusku yang baik. Apa yang tidak mungkin semuanya jadi mungkin bagiMu.
Bagi para pembaca kisahku ini, bila hidupmu saat ini sedang terpuruk, putus asa, tidak merasakan makna dan tujuan hidup, PERCAYALAH PADA WAKTU TUHAN, dan berproseslah bersama Dia.
Salam dan doa dari seorang imam yang sedang tersipu malu karena kebaikan Tuhan.
Note: Jika ingin belajar Kitab Suci bersama Romo Josep, silakan kunjungi channel youtube “Bible Learning With Father Josep”.