Fri. Nov 22nd, 2024
Warna-warni taman bunga Hokkaido, Jepang (ist).

TEMPUSDEI.ID (26/12/20)

Saat ini kata Bambang Noorsena, langit kebangsaan kita semakin menyempit, pengap, semakin intoleran, dan semakin tidak hormat pada perbedaan. Kita lupa sumpah nenek moyang kita: Bhinneka Tunggal Ika: Berbeda-beda tetapi satu.

Kalau kita coba mencermati, salah satu akar dari kepengapan itu adalah kurangnya membuka diri secara tulus untuk menerima perbedaan sebagai sebuah keniscayaan. Kita, seperti kata Jakob Oetama dalam salah satu buku (maaf lupa judul bukunya), sedang berada dalam masyarakat tidak tulus. Kita acap mengatakan ini, tetapi melakukan itu. Hati, pikiran dan tangan kita bertindak sendiri-sendiri. Tidak kompak. Dan kita mesti jujur, kita adalah aktor-aktor dalam “masyarakat tidak tulus” itu.

Menuntut supaya semua orang sama, sama saja dengan mengingkari kehidupan yang memang beragam ini. Life is not flat kata sebuah iklan. Bukankah beragam itu indah? Apa jadinya kalau sepatu kita kiri semua atau kanan semua? Bagaimana indahnya sebuah taman jika ada beragam bunga yang tumbuh subur? Bunga-bunga itu saling membiarkan diri mereka tumbuh lalu menyajikan keindahan yang amat sangat.

Belajar dari bunga, ketika seseorang memiliki keyakinan, biarkanlah dia memeluk keyakinannya itu seperti halnya orang lain itu membiarkan kita memeluk keyakinan yang kita percayai. Dan walau ada perbedaan dalam keyakinan, sebagai manusia kita tetap saja bersaudara dalam banyak dimensi yang lain. “Yang bukan saudaramu seiman, adalah saudara dalam kemanusiaan,” kata Sayyidina Ali bin Ali Thalib. Yang perlu adalah mengasah perasaan kemanusiaan atau kesalehan sosial kita menggunakan semangat atau spiritualitas dalam iman yang kita anut. Apa pun keyakinan atau agama itu.

Tentang ini, dan dalam situasi sekarang, ada baiknya kita merenungkan “Doa Santo Fransiskus” dan berdoa bersamanya. Dalam doanya, Santo Fransiskus tidak menuntut orang lain, sebaliknya ia mulai dari diri sendiri. Ibaratnya, jika semua orang konsisten membersihkan halaman rumahnya masing-masing dan menanam pohon di halaman rumahnya itu, maka seluruh perumahan akan bersih dan asri.

Fransiskus Asisi

Fransiskus dilahirkan di kota Assisi, Italia pada tahun 1181. Ayahnya Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya raya, dan ibunya Donna Pica. Di masa mudanya, Fransiskus lebih suka bersenang-senang dan menghambur-hamburkan harta ayahnya daripada belajar. Ketika usianya 20 tahun, Fransiskus ikut maju berperang melawan Perugia. Ia tertangkap dan disekap selama satu tahun hingga jatuh sakit. Pada masa itulah ia mendekatkan diri kepada Tuhan. Setelah Fransiskus dibebaskan, ia mendapat suatu mimpi yang aneh. Dalam mimpinya, ia mendengar suara yang berkata, “layanilah majikan dan bukannya pelayan.” Selanjutnya dikisahkan bahwa dia menjadi biarawan yang sangat bersahaja dan penuh mukjizat. (Redaksi Tempus Dei)

Doa Santo Fransiskus Asisi

Tuhan,
Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian,
jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan,
jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan,
jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan,
jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan,
jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kecemasan,
jadikanlah aku pembawa harapan,
Bila terjadi kesedihan,
jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan,
jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku ingin
menghibur daripada dihibur,
memahami daripada dipahami,
mencintai daripada dicintai,
sebab dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit lagi,
untuk hidup selama-lamanya.
Amin.

Related Post

Leave a Reply