TEMPUSDEI.ID (8/1/21)
Masa kecil Anthony Dio Martin terbilang sangat memprihatinkan. Jangankan bisa jajan macam-macam, untuk makan saja sulit. Ayahnya yang seorang supir meninggal di saat Martin masih kecil. Jadilah Ibunya harus bekerja keras dan benar-benar keras untuk membiayai hidup Martin dan saudara-saudaranya.
Sang Ibu rela mengerjakan apa saja, yang penting mendapatkan uang untuk hidup. Dia rela menjadi tukang cuci untuk para tetangganya. Selain itu, dia menjadi tukang tambal karung bekas di tepi Sungai Kapuas, di Kalimantan Barat. Bahkan, kadang karung ini harus diangkat dari tepi Sungai Kapuas ke gudang. Mestinya, ini pekerjaan laki-laki, namun dilakoni sang Ibu dengan jiwa besar.
Seringkali sang Ibu sangat letih, namun tetap berjuang bekerja mencuci hingga larut malam. Kerap, karena tidak kuat menanggung beban hidup dia menangis. Pernah suatu malam, Martin memergoki Ibunya sedang menangis sambil mencuci pakaian, mungkin keletihan. Sang Ibu tidak mengaku sedang menangis. Dia justru mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau anaknya tahu bahwa dia menangis, apalagi karena beratnya beban dan kecapaian.
Peristiwa memergoki Ibunya menangis itu membuat Martin berpikir untuk melakukan sesuatu untuk membantu Ibunya. Dia memutuskan menjual kue di sekolah. Sepulang sekolah, dia juga menjual kue di pasar atau di mana pun. Kuenya dia bawa ke sekolah. Ketika istirahat tiba, teman-temannya membeli kue jualannya dan makan dengan lezat, sementara Martin tidak berani makan karena takut tekor. Sebenarnya, dia juga ingin makan karena lapar dan kepengen. “Waktu itu, saat-saat istirahat adalah yang paling tidak enak untuk saya. Saat istirahat itu, teman-teman pada makan kue, saya hanya nonton saja… hahaha,” ujar Martin sambil tertawa kecil.
Keadaan tersebut membuat Martin bertambah nekad melakukan yang terbaik agar Ibunya senang. Setiap malam ia belajar sungguh-sungguh. Rasa kantuk dia lawan dengan merendam kakinya dalam air dingin dicampur garam. Selain itu, dia sangat rajin membaca. Buku apa saja dia baca, bahkan buku-buku yang masih tergolong berat untuk bocah seusianya. Sobekan koran atau majalah pun dia baca. Apa yang terjadi? Hasil belajarnya makin meyakinkan. Dia bahkan berhasil masuk ke sekolah favorit karena prestasi, walau diremehkan orang dengan kata-kata “Tak mungkinlah anak miskin itu bisa masuk”.
Selanjutnya, dia pun lolos dan menyelesaikan studi Psikologi di UGM dan meneruskan S2 ke Kanada. Kini dia tengah mengambil studi doktoral Psikologi di Touro University Worldwide, California. “Selama masa pandemi ini, kuliah jarak jauh. Kehidupan ini penuh berkat dalam banyak bentuk,” kata Managing Director HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia ini. Sebelum pandemic, Martin bersama partnernya membangun perusahaan alat Kesehatan PT 3S (Spirit Sehat Sukses) Indonesia, yang ternyata menjadi berkat bagi banyak RS dan Dinas Kesehatan, di masa pandemi. “Banyak spekulan yang ingin mengambil keuntungan di saat pandemi. Justru kami berusaha menjual alat kesehatan, seperti masker dengan harga yang bisa menolong masyarakat, agar tidak makin terjepit,” kata Martin.
Dari perjuangan yang tidak ringan dan penuh cemooh karena kemiskinan dulu, Martin berusaha bangkit. Perjuangannya tidak sia-sia. Dia kemudian menjadi The Best EQ Trainer Indonesia, dimulai dari terbitnya buku Martin berjudul Kecerdasan Emosional “Emotional Quality Management (2005) dan buku Smart Emotion Vol 1 & 2 (Gramedia) dan menjadi salah satu best seller. Oleh Gramedia, Martin pun dijuluki “The Best EQ Trainer Indonesia”.
Sejak itulah terhitung ratusan ribu peserta pernah mengikuti workshop maupun seminarnya. Selain itu, dia mengasuh siaran radio dengan program “Smart Emotion Radiotalk” sejak tahun 2007 di SmartFM yang disiarkan secara nasional di seluruh jaringan radio SmartFM. Masih banyak lagi program lain yang Martin asuh yang semakin melejitkan namanya.
Melalui hidup dan karyanya Martin ingin memotivasi sebanyak mungkin orang untuk berjuang memanfaatkan peluang sekecil apa pun untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik. “Misi utama hidup saya adalah menginspirasi kehidupan orang lain. Takdir saya adalah 3M: membangunkan, menyemangati, menginspirasi. Merupakan kebahagiaan tertinggi saat melihat orang sadar bahwa Tuhan sudah memberikan banyak mutiara pada diri mereka, yang menungu untuk diwujudkan. Tugasku, adalah menjadi ‘guide kesuksesan’ buat mereka!” ujar Martin. (tD/EDL)
Tuhan berkarya secara mengagumkan dalam keluarga Dio Martin. Terpujilah nama Tuhan.
Karena ayahnya yang seorang supir selalu mengangkut mereka yang tidak punya uang, ketika meninggal, dia ditangisi oleh banyak orang…. namanya diabadikan sebagai nama sebuah bukit oleh orang-orang di Kalbar: “Bukit Zong Fa”.