Simply Yuvenalis da Flores
TEMPUSDEI.ID (20/1-21)
Hari ini, Rabu 20 Januari 2021, calon tunggal Kapolri yang diusulkan Presiden Jokowi, Komjen Listyo Sigit Prabowo, menjalani fit and proper test di Komisi III DPR RI. Hasilnya, semua fraksi menyetujui dengan beberapa catatan. Selanjutnya akan diproses untuk mendapat persetujuan dalam sidang paripurna DPR RI, sehingga nanti resmi dilantik untuk menggantikan Kapolri Idham Aziz yang segera mengakhiri masa tugasnya.
Terhadap calon tunggal Kapolri ini, di media sosial ada berbagai komentar, baik yang menolak maupun yang mendukung. Masing-masing pendapat ada alasannya sesuai pikiran dan kepentingannya masing-masing. Di lain pihak, Presiden Jokowi, sesuai dengan kewenangannya, telah membuat berbagai pertimbangan dan seleksi internal, untuk menentukan siapa calon Kapolri yang menjadi bagian perangkat kerjanya dalam masa tugas kepresidenan di periode kedua ini.
Salah satu komentar penolakan adalah calon Kapolri berlatar belakang agama non-muslim, di mana mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim. Penolakan ini pernah dialami calon Kapolri ini saat mendapat tugas di wilayah Banten, namun dia tetap menjabat dan menjalankan tugas dengan baik.
Ada pengamat yang mencatat bahwa calon Kapolri non Muslim ini menghadapi beberapa tantangan berat. Ada tantangan internal dalam tubuh polri yang terdiri dari beberapa faksi berdasarkan kepentingan dan tradisi yang ada selama ini. Tantangan global yakni ancaman ideologis; baik neokolonialisme, kapitalisme maupun khilafah. Ada juga tantangan terorisme global dan nasional yang berkolaborasi dengan para mafia bisnis dan narkoba. Belum lagi secara nasional soal peran polisi sebagai penegak hukum, sekaligus melindungi dan mengayomi masyarakat, agar aman damai terlibat aktif menjalankan pembangunan kesejahteraan bangsa.
Terhadap berbagai tantangan, komentar dan tanggapan berbagai pihak akan pencalonan tunggal Kapolri yang diputuskan Presiden Jokowi, saya berpendapat bahwa Presiden melakukan “wind of change” – angin perubahan atau sebuah revolusi kebijakan dari tradisi yang biasa dianggap benar selama ini. Presiden berpegang pada hakikat NKRI, prinsip, dasar dan Undang-undang Dasar serta aturan turunan NKRI yang sebenarnya; bukan negara berdasarkan agama atau kelompok mayoritas dalam memilih dan menentukan pejabat negara. Semua warga negara berhak dipilih dan mengemban jabatan negara, jika memenuhi aturan hukum yang berlaku di negara kita, untuk melayani kepentingan publik. Inilah “wind of change” yang dibuat Presiden Jokowi. Jadi, bukan berdasarkan desakan massa, hasil demonstrasi, polling di medsos, pendapat kelompok mayoritas atau tradisi agama mayoritas.
Wind of change – angin perubahan yang dilakukan Presiden Jokowi menggugat kepada beliau sendiri untuk menggaransi qualitas dan kapasitas calon Kapolri yang dipilihnya dan diusulkan kepada DPR RI. Jawabannya jelas bahwa rekam jejak calon Kapolri ini, kualitas kepribadiannya serta kapasitas profesionalnya dinyatakan lulus oleh Komisi III DPR RI, pada hari ini. Meskipun ada fraksi yang memberi catatan, tetapi kesimpulan akhir dari Ketua Komisi III DPR RI mengetuk palu dalam akhir sidang bahwa calon Kapolri atas nama Komjen Listyo Sigit Prabowo, lulus fit and proper test, dan akan melalui proses selanjutnya pada keputusan paripurna DPR RI, sehingga siap dilantik sebagai Kapolri.
Yang diharapkan dan ditunggu adalah “wind of change” dari Kapolri baru nanti dalam mengemban tugasnya. Adakah “angin segar perubahan” secara mendasar dalam tubuh Polri untuk mewujudkan semboyan melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai Tupoksi Polri? Lebih khusus lagi, apakah Polri sungguh menjadi satu pilar penting menjalankan dan menjamin untuk penegakkan hukum yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia? Bagaimana dengan kasus korupsi yang tertunda atau dipetieskan selama ini? Bagaimana soal mafia perdagangan, perdagangan manusia, perjudian, prostistusi dan narkoba, sebagai momok masyarakat selama ini?
Kapolri baru diandalkan untuk membawa “angin perubahan mendasar” untuk mencegah dan mengatasi masalah. Kapolri dan seluruh jajarannya, apakah menjadi bagian dari masalah atau bagian dari solusi?
Masih dalam konteks tradisi mafia bisnis, mafia hukum dan mafia politik yang terjadi selama ini, apakah Kapolri baru membawa “angin perubahan” mendasar untuk tidak tebang pilih dan tidak KKN? Kapolri diandalkan sebagai tangan yang kuat dari Presiden untuk membangun kesejahteraan bangsa, dengan menjadikan hukum sebagai panglima-penegakkan supremasi hukum.
Dukungan dan doa segenap masyarakat sangat dibutuhkan agar Kapolri baru bersama para penegak hukum negara bisa bekerja sama membawa “angin perubahan” dalam membangun “new normal” penegakan supremasi hukum bagi NKRI, agar seluruh rakyat mengalami keadilan sosial dan keadilan hukum yang bermartabat, berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Jadi, bukan cuma slogan dan moto, lalu hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Semua warga NKRI memiliki kedudukan yang sama, hal dan kewajiban, di depan hukum.
Akhirnya, semoga semua proses legal dan administratif berjalan lancar, calon Kapolri baru pada saatnya dilantik untuk mengemban tugas, mengembuskan dan mewujudkan “wind of change” bersama jajarannya serta aparat penegak hukum lainnya.
Salut dan terimakasih kepada Kapolri, Jenderal Pol. Idham Aziz atas segala pelayanannya. Doa kita semua, kiranya “wind of change” yang dilakukan Presiden Jokowi, membuat bangsa dan NKRI semakin berwibawa dan sejahtera. Semoga.