Pater Remmy Sila, CSsR, Superior Samoa, Provinsi Redemptoris Oceania
Hari ini Gereja mengingatkan kita tentang sesuatu yang sangat penting bagi kita sebagai manusia, yaitu tentang singkatnya waktu hidup kita di dunia ini. Dan ini merupakan tema dari ketiga bacaan Kitab Suci pada hari ini. Kita diingatkan bahwa waktu hidup kita di dunia singkat. Karena itu, kita tidak boleh melekatkan diri pada dunia yang hanya merupakan tempat persinggahan. Sebaliknya kita harus berpegang teguh pada Kabar Gembira dan mengarahkan hidup kita kepada kerajaan Allah.
Dalam bacaan pertama, Yunus menyerukan pertobatan bagi orang-orang Niniwe demikian: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” Penduduk Niniwe mendengarkan seruan sekaligus peringatan Yunus, percaya kepada Allah, bertobat dan karena itu Tuhan berbelaskasihan kepada mereka. Seringkali saya bertanya, apakah khotbah-khotbah para pemimpin agama dan ajaran agama yang diajarkan sejak seseorang memeluk agama tertentu sungguh berdampak pada kehidupan para kaum beriman?
Jika itu berpengaruh, mengapa dunia kita masih penuh dengan kejahatan, ketidakadilan, korupsi, kebencian, terorisme, pembunuhan, pelecehan seksual, perselingkuhan dan sebagainya. Bahkan tampaknya, semua itu cenderung meningkat. Seringkali setelah misa ada umat yang mengatakan: “khotbah hari ini bagus sekali.” Atau, “Khotbah hari ini sangat menarik.” Tetapi sayangnya seringkali apa yang dianggap bagus dan menarik itu adalah sebatas hal-hal yang lucu dalam khotbah dan bukan isi pesan dari khotbahnya. Jadi yang diingat adalah lucunya bukan isi khotbahnya. Kalau ini yang terjadi, maka memang tidak bisa diharapkan bahwa khotbah akan membawa dampak perubahan bagi hidup seseorang.
Hal yang berbeda terjadi pada orang-orang Niniwe. Yunus hanya menyampaikan khotbah singkat, padat, jelas dan mendesak. Tetapi dengan cepat seluruh penduduk Niniwe percaya pada pesan Tuhan lewat Yunus. Mereka semua berpuasa untuk memohonkan belaskasihan dan pengampunan dari Allah. Baik orang dewasa maupun anak-anak mengenakan kain kabung. Demikian juga raja mereka. Pertanyaan bagi kita: “Mengapa kita suka menunda untuk bertobat? Apakah kita tidak percaya bahwa hidup kita bisa berakhir kapan saja, di mana saja dan dengan cara apa saja kalau Tuhan menghendaki?” Mungkin karena kita menganggap ajakan untuk bertobat itu juga hanyalah sebuah lelucon.
Dalam bacaan kedua, Santo Paulus mengingatkan kita bahwa waktu telah singkat dan dunia kita sedang berlalu. Di sini Santo Paulus meminta kepekaan dan kemendesakan yang harus menandai kehidupan dan tindakan kita di dunia ini. Santo Paulus mengajak kita untuk pandai membaca tanda-tanda zaman. Sayangnya, banyak orang yang tidak peduli dengan tanda-tanda zaman yang diberikan Tuhan. Mungkin karena mereka merasa nyaman secara ekonomis dan politis. Namun perlu disadari bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang bersifat sementara yang memberi rasa aman untuk selamanya. Sejarah membuktikan bahwa manusia itu sangat rentan dan hanya rahmat Tuhan yang memberi rasa aman dan nyaman untuk selamanya.
Santo Paulus memperingatkan bahwa kita semua harus siap untuk menghadapi hari atau waktu Tuhan. Untuk itu, kita semua harus bersikap dan bersemangat “lepas bebas” tanpa mengandalkan diri hanya pada semua yang bersifat dunia yang bersifat sementara dan juga tidak akan dibawah mati. Yang berkeluarga, yang lajang, mereka yang berduka, bersukacita, kaya, miskin, para pemimpin, rakyat, dan sebagainya harus bertobat tanpa kecuali kalau mau mendapatkan belaskasihan dan pengampunan dari Tuhan. Santo Paulus mengajak kita untuk mengevaluasi kembali hubungan kita dengan Tuhan, sesama dan seluruh ciptaan lainnya.
Sedangkan dalam bacaan Injil, Yesus mengkhotbahkan pesan penting yang sama yang dikotbahkan oleh Yunus dan Yohanes Pembaptis: “Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Sebagaimana orang-orang Niniwe, murid-murid Yesus, mendengarkan pesan ini dan menanggapinya sebagai sesuatu yang mendesak karena mereka menyadari bahwa pesan ini tidak main-main dan tidak boleh menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan. Para murid mendengarkan panggilan Sang Guru: “Mari, ikutlah Aku,” dan mereka segera menanggapi panggilan Sang Guru dan mengikuti-Nya.
Yesus terus memanggil kita untuk berpartisipasi dalam misi-Nya: “Marilah, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Ini adalah sebuah panggilan dan misi yang mengubah hidup manusia. Maka tanggapan kita pun harus mendesak dan bersifat positif karena tujuannya untuk kebaikan kita dan orang lain.
Menjadi “penjala manusia” berarti menjadi mitra dalam kerajaan Allah dalam misi karya penyelamatan umat manusia. Para “penjala manusia” adalah orang-orang yang bersedia meninggalkan pekerjaan lama dan cara hidup lama dan bekerja ekstra untuk membantu menyelamatkan orang lain. Mereka adalah mitra-mitra Yesus dalam karya pelayanan-Nya.
Akhirnya, jika waktu kita singkat, jika dunia kita sedang berlalu, jika waktu Tuhan sudah dekat, mengapa kita masih terus tetap bersikap masah bodoh, mengapa kita masih menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan untuk hal-hal yang menyulitkan keselamatan kita? Marilah kita menanggapi undangan Tuhan untuk segera bertobat, marilah kita hidup dalam damai dengan Tuhan, sesama dan semua makhluk ciptaan lain.
Marilah kita menyebarkan pengaruh-pengaruh positif bagi orang lain di sekitar kita demi kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan umat manusia dan seluruh makhluk ciptaan. Marilah kita menggunakan waktu yang singkat ini untuk mencari “semua yang benar, semua yang mulia, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji” (Flp 4: 8) sehingga Allah sumber damai sejahtera akan selalu menyertai kita. Amin.
Tuhan memberkati.