Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
Kita sering mendengar tentang Nabi Yunus dan kisah ajaibnya. Ia selamat dalam perut ikan selama tiga hari. Bacaan Pertama hari ini tentang Nabi Yunus.
Yesus pun sangat kenal kisah ini bahkan menganalogikan kematiannya selama tiga hari dengan pengalaman Yunus dalam perut ikan paus (Mat 12, 40).
Kitab Nabi Yunus adalah satu dari dua belas kitab yang disebut “Kitab Nabi-Nabi Kecil”. Di antaranya yang terkenal adalah Nabi Hosea, Nabi Amos dan Nabi Mikha.
Sebagai sebuah Kitab Nabi, Yunus beda dengan kitab-kitab nabi lain karena unsur khotbah atau orasinya sangat sedikit. Ini lebih sebagai riwayat seorang nabi.
Yunus berasal dari Gath-hepher, sebuah dusun kecil yang sekarang dikenal dengan nama Khirbet ez-Zurra, kira-kira tiga mil dari Nazaret.
“Empat puluh hari lagi Ninive akan ditunggangbalikkan” (Yun 3,4). Inilah satu-satunya kalimat seruan Yunus kepada orang-orang Ninive. Tidak ada pengantar, alasan, atau seperti apa malapetaka yang akan datang. Satu kalimat pendek yang datang bagai petir.
Anehnya, dengan seruan singkat ini, dari seorang asing entah dari mana, Raja Ninive langsung memberi perintah pertobatan massal. Hasilnya hukuman Allah batal.
Mengapa kalimat singkat dari seorang Yunus yang bukan siapa siapa bisa begitu ampuh pengaruhnya?
Alasan paling mendasar mengapa mereka percaya Yunus adalah karena pengalaman pribadinya. Dibuang ke laut, ditelan ikan, hidup selama tiga hari tiga malam dalam perut ikan, lalu dimuntahkan kembali dan hidup normal seperti biasa.
Ini adalah pengalaman yang efeknya jauh lebih kuat dan berbicara daripada kata-kata yang panjang. Orang-orang Ninive sangat yakin bahwa ini karya ilahi dalam diri Yunus. Karena itu kata-katanya pasti benar karena datang dari Yang Ilahi.
Di sisi lain, kota Ninive, sebagai kota tertua di Kerajaan Assiria, mempunyai arti “Kota Ikan”. Artinya kota yang didirikan oleh Dewa Ikan. Ada titik sambung antara nama kota dan pengalaman Yunus di perut ikan. Sederhananya, Yunus menjadi tanda bagi orang-orang Ninive karena ikan, bukan makan ikan tapi dimakan ikan.
Pengalaman Yunus adalah pengalaman seorang pribadi yang “diulik” Tuhan atau diperalat Tuhan. Walau dia tak menyadari maksud Tuhan di balik itu semua, tapi akhirnya menjadi tanda yang mengubah hidup orang lain juga.
Seringkali pengalaman hidup kita bisa menjadi tanda yang jauh lebih besar dan kuat pengaruhnya ketimbang kata-kata. Apalagi jika pengalaman itu terkait relasi dengan Allah sendiri atau pengalaman iman. Kita tidak harus tahu alasannya karena rancangan Allah bukan rancangan kita.
Seorang wanita selalu membawa Kitab Suci dalam penerbangannya. Dia sebetulnya takut terbang tapi membaca Kitab Suci membuatnya nyaman.
Suatu ketika seorang pria di sampingnya bertanya dengan nada mengejek: “Apakah engkau percaya semua yang ditulis dalam buku itu”. Wanita itu menjawab: “Ya, saya percaya karena ini Kitab Suci”. “Engkau percaya juga tentang Yunus dalam perut ikan?” “Ya, saya tetap percaya,” jawab wanita itu. “Bagaimana dia bisa hidup dalam perut ikan?” Wanita itu dengan agak jengkel menjawab, “Tentang itu saya tidak tahu. Tapi saya akan tanya dia kalau ketemu nanti di surga”. Pria itu terus mencecar, “Bagaimana kalau dia tidak ada di surga?” Wanita itu dengan agak keras berkata, “Ya nanti engkau saja yang tanya dia di neraka”.
Salam dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba