Fri. Nov 22nd, 2024

Kapolri Sudah Dilantik,Tantangan dan Harapan Menanti Tangan Dingin dan Presisinya

Kapolri Listyo Sigit saat diambil sumpahnya menjadi Kapolri.

TEMPUSDEI.ID (29/1/21)

Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah resmi menduduki kursi nomor satu di tubuh Polri setelah dilantik Presiden Joko Widodo pada  27 Januari 2021 di Istana Presiden. Listyo Sigit Prabowo diangkat melalui Keppres 7/Polri Tahun 2021, tentang Kenaikan Pangkat Dalam Golongan Perwira Tinggi Polri, yang dibacakan Sekretaris Militer Marsda TNI M. Tony Harjono.

Untuk mengetahui harapan masyarakat dan bagaimana mereka memandang tantangan yang Kapolri dan tentu saja kepolisian secara umum hadapi, tempusdei.id meminta pendapat masyarakat. Ada Stanislaus Riyanto analis dan pengamat Kepolisian dan terorisme dari UI, Taufan Hunneman (Sekjen Nasional Forum Bhinneka Tunggal Ika), Dr. Sahat Sinaga (ahli hukum), Romo PC Siswantoko (Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam KWI) dan Gaby Goa (aktifis anti korupsi dan anti human traffick).

Lupa Persoalkan Agamanya

Dengan semua pencapaian dan predikat itu, Listyo Sigit terterima dengan baik. Bahkan ketika melakukan ujian kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di depan Komisi III DPR yang terkenal galak itu, ayah tiga anak tersebut mendapat pujian bertubi-tubi. Ada yang memberi nilai 9, menyebut makalahnya sebagai makalah terbaik sepanjang masa, calon Kapolri milenial dan sebagainya.

Dengan seluruh pencapaian itu kata keempat narasumber, orang nyaris lupa “mempersoalkan” agama Listyo Sigit sebagaimana dia alami saat awal diangkat menjadi Kapolda Banten. Sekadar informasi, pria kelahiran Ambon, Maluku, 5 Mei 1969 itu memeluk agama Kristen Protestan.

Mereka menilai keberanian Presiden Jokowi menunjuk Listyo Sigit sebagai Kapolri merupakan tanda bahwa Indonesia menjunjung tinggi demokrasi. Bahwa siapa pun yang berprestasi, memiliki rekam jejak yang baik, berhak menduduki jabatan apa pun. Lebih dari itu, penunjukan Lisyto Sigit akan membuat dunia internasional melekatkan citra positif kepada Indonesia.

Tantangan ke Depan

Dr. Sahat Sinaga

Lantas, ke depan, apa tantangan dan harapan Kapolri di mata mereka? Dr. Sahat Sinaga melihat berbagai pelanggaran hukum, gangguan ketertiban masyarakat berbasis teknologi komunikasi dan informasi, serta politik identitas masih menjadi tantangan Kapolri ke depan. Meski begitu jelas Sahat, masalah tersebut akan bisa teratasi berkat dukungan  DPR, para tokoh agama dan Ormas, serta pengalaman kerja Lityo yang mulai dari tingkat Polsek, Polda hingga Kabareskrim. Karena itu Sahat berharap, Kapolri tetap membangun, menjaga komunikasi dan relasi secara terukur dengan berbagai pihak.

Sementara itu, Taufan Hunneman menilai, ke depan Kapolri Listyo Sigit  berkat wawasan, pengalaman dan kecerdasannya akan bisa memenuhi trust masyarakat. “Melihat pemikiran dan terobosan di awal, Kapolri ini memberikan trust kepada kita. Langkahnya menempatkan teknologi dan inovasi sebagai bagian dari transparansi, adalah langkah tepat sehingga ada angin segar bahwa Polri siap menyambut budaya clean governance,” kata Taufan

Taufan Hunneman

Ke depan jelas Taufan, Kepolisian harus mampu melanjutkan transformasi dalam diri institusinya dengan pedoman SOP dan etika dalam menjalankan tugas. “Etika di sini adalah kemampuan menjadi role models bagi masyrakat sekaligus menjadikan personel-personelnya ikut membangun budaya bangsa,” tambahnya.

Ia menyebut cyber crime yang cenderung meningkat sebagai tantangan lain yang tidak bisa diremehkan. Karena itu ia meminta meningkatkan kapasitas pasukan cyber sehingga lebih canggih, termasuk dalam melakukan patroli Medsos untuk menjaga keamanan terkait berbagai akun pemecah belah antar masyarakat. “Polisi harus melakukan berbagai tindakan preventif dengan terlibat dalam membina lingkungan, tidak hanya melakukan penindakan misalnya terhadap politik kebencian.”

Menyangkut tindakan yang perlu diambil kepolisian setelah pembubaran HTI dan FPI, keempat narasumber merekomendasikan pengambilan langkah cepat melibatkan NU dan muhamadiyah dalam upaya “rekonsiliasi’. Taufan menegaskan bahwa upaya ini bisa dilakukan kepada anggota biasa, sedangkan kepada “kelompok ideolognya” perlu strategi khusus, misalnya dengan membatasi ruang gerak mereka dalam membangun jejaring.

Romo PC Siswantoko

Untuk menghadapi tantangan ke depan, Romo PC Siswantoko mengatakan, Polri harus membangun soliditas untuk mendapatkan trust dari masyarakat. Romo Sis memandang bahaya radikalisme dan ekstrimisme yang masih merajalela, yang menganggap polisi sebagai musuh harus dihadapi dengan pendekatan yang tepat dan presisi.

Untuk menghadapi berbagai tantangan itu, Kapolri menurutnya Kapolri harus menjalankan kepemimpinan secara humanis,  namun tetap profesional dan “menyapa” para anggota Polri sampai yang paling bawah. Romo Sis optimistis bahwa Kapolri Listyo akan bisa menghadapi berbagai tantangan tersebut dengan modal kepribadian dan pengalaman saat manjadi Kapolda Banten dan Kabareskrim. “Ini semua bisa menjadi modal untuk terus membangun relasi dengan berbagai pihak untuk melawan intoleransi dan radikalisme,” tambahnya.

Sedangkan untuk menghadapi kaum radikal, Romo Sis sependapat dengan Taufan agar melakukan pendekatan ideologis menyangkut kebangsaan dengan pendekatan dialog yang melibatkan para tokoh agama dan masyarakat. Bersamaan dengan itu, harus tetap ada pendekatan hukum yang adil  jika terhadap mereka  yang melanggar UU dan mengganggu stabilitas bangsa.

Stanislaus Riyanto

Sementara itu,   analis kepolisian dan terorisme UI Stanislaus Riyanto meminta Polri terus melakukan konsilidasi dan reformasi sesuai dengan prinsip Presisi yang telah disampaikan Kapolri pada saat fit and proper test. “Untuk internal Kapolri secara professional harus meyakinkan publik bahwa Polri di bawah kepemimpinan Listyo Sigit mampu melindungi dan mengayomi masyarakat, serta dapat adil ke semua lapisan masyarakat,” ungkap Stanislaus.

Tentu saja untuk mewujudkan polisi yang prefesional dan presisi menurut Stanislau, bukanlah hal mudah. “Konsilidasi harus dilakukan pertama kali, kemudian harus segera mekakukan reformasi terutama pada aspek kultur anggota Polri untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Ini tentu tidak mudah, dan perlu dukungan dari masyarakat luas,” ungkap analis yang juga kolumnis ini.

Sedangkan dalam menghadapi kaum radikal, menurut pria bertubuh kurus ini, Kepolisian harus melakukan soft approach dengan melibatkan komponen masyarakat sebagai garda terdepan dalam deteksi dini dan cegah dini radikalisme.

Gabriel Goa

Gaby Goa mengingatkan Kapolri untuk tidak melupakan penegakan hukum atas berbagai kasus baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus yang masih menumpuk di mana-mana. “Dan juga, penegakan hukum harus menyentuh semua pihak, terutama agar orang kecil tidak dikorbankan untuk selamatkan oknum atau pejabat tertentu,” kata Gaby.

Secara khusus Gaby meminta perhatian Kapolri untuk penegakan hukum di NTT dan Papua. “Di sana banyak aktor intelektual yang bebas-bebas saja bertindak,” pungkas Gaby.

Semua lapisan masyarakat diminta untuk memberikan dukungan kepada Kepolisian untuk menciptakan masyarakat yang damai, berkeadilan dan sama-sama menikmati Indonesia sebagai tanah air bersama. Namun jika Kepolisian melakukan pelanggaran, juga harus dikritik agar kembali ke jalan yang benar.

Semoga slogan PRESISI – “prediktif, responsibilitas, dan transparansi” tidak hanya tetap menjadi slogan. Selamat berjuang! (tD/EDL)

Related Post

Leave a Reply