Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (31/1/21)
Sinagoga adalah bangunan berbentuk empat persegi panjang. Tempat ini adalah pusat ibadah orang Yahudi, yang ada di hampir setiap kampung atau kota, baik di Israel maupun di luar Palestina. Menurut Hukum, 10 keluarga berhak memiliki satu Sinagoga. Atau paling tidak ada 10 pria dewasa yang bisa mengelola kegiatan di Sinagoga.
Sinagoga didirikan terutama sebagai rumah pengajaran. Ada tiga elemen yang terjadi dalam sebuah Sinagoga: Doa, Membaca Kitab Suci, dan Merenungkan atau Khotbah. Kegiatan ini diatur oleh awam, hari demi hari, terutama hari Sabat.
Menariknya, ketika umat duduk di dalam Sinagoga, mereka harus duduk sedemikian rupa sehinga semua menghadap ke Yerusalem. (Mirip dengan agama tetangga, bisa diduga siapa meniru siapa). Ada juga mimbar tempat Kitab Suci dibacakan dan diterangkan.
Di tempat macam itulah Yesus sering datang, berkhotbah dan melakukan tanda-tanda ajaib. Di tempat itulah Yesus menunjukkan otoritasnya dalam mengajar.
“Setelah hari Sabat mulai, Yesus masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat” (Mrk 1,21-22).
Dalam berbicara dengan otoritas, Yesus bagaikan Musa. Dia mengatakan kepada pendengarnya apa yang ingin dikatakan oleh Allah secara langsung. Di antara kata-katanya terseliplah tindakan-tindakan ajaib atau mukjizat. Yesus berkata-kata dan ditegaskan dengan mukjizat atau Dia membuat mukjizat yang dijelaskan dengan kata-kata.
Bagi manusia biasa, kata-kata sejalan dengan perbuatan, adalah sebuah rumus hidup yang normatif. Tapi bagi Yesus ada yang lebih. Kata-kata-Nya penuh kuasa dan perbuatan-perbuatan-Nya adalah perbuatan ajaib.
Apa arti dari prinsip ini? Artinya bahwa melalui Yesus, kuasa Allah Yang Maha Tinggi hadir dan nyata di tengah manusia. Bahwa Allah, sekarang dan disini berkarya bagi keselamatan manusia. Bahwa Yesus sendiri adalah Mesias yang memiliki otoritas langsung dari Allah, tanpa rujukan kepada manusia, termasuk para nabi sebelum Dia.
Kemampuan-Nya mengusir dan mengalahkan roh jahat adalah bukti yang tak terbantahkan. Hal ini dilakukan-Nya berulang-ulang sebagaimana kita temukan dalam narasi Injil.
Kuasa yang dimiliki Yesus bukan untuk memerintah atau mengontrol manusia. Kuasa-Nya ditujukan untuk membebaskan manusia dari segala macam ikatan atau penjara.
Pada awal abad ke-19, perbudakan masih hal biasa di Amerika. Suatu ketika di pasar budak, seorang pria kaya pemilik perkebunan yang luas, melihat seorang gadis kecil naik ke tempat pelelangan untuk dijual. Tergerak oleh belaskasihan, dia membeli gadis itu dengan harga tinggi, membayarnya lalu pergi menghilang.
Setelah proses selesai, juru lelang datang kepada gadis itu, menunjukkan bukti pembayaran, dan di atas kertas tanda kepemilikan orang itu tertulis kata: free atau bebas. Artinya orang itu membeli dia atau menebus gadis itu tetapi langsung memberinya status bebas sehingga gadis itu menjadi manusia merdeka sejak saat itu.
Nyaris tak percaya, gadis itu berlutut di depan tukang lelang, menangis tersedu-sedu sambil berseru: “Dimanakah orang yang membeli aku? Aku harus menemukan dia. Dia berhati mulia. Dia telah membebaskan aku. Aku harus melayani dia sepanjang hidupku.”
Yesus juga telah membebaskan kita, lebih sekadar perbudakan fisik dan mental. Apakah kita sudah melayani Dia sepanjang hidup kita? Tuhan memberkati!
Salam hangat dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT