Sat. Nov 23rd, 2024

Di Masa Pandemi Romo Mudji Menyapa dengan Sketza dan Puisi

Romo Mudji Sutrisno SJ

TEMPUSDEI.ID (3/2/21)

Budayawan sekaligus rohaniwan Mudji Sutrisno SJ belakangan ini, terutama dalam masa pandemi virus korona, memilih menyapa dengan puisi dan sketza. Dia berusaha masuk dalam hening doa dan batin, memantik rangkaian kata-kata yang bagai ratna mutu manikam nan berenergi. Lalu lahirlah puisi-puisi pendek dan skeza-skeza indah dan berenergi.

“Puisi adalah ungkapan hati dan budi melalui kata-kata yang diheningi padat. Semakin diheningi dalam dialog dengan Tuhan, kata-kata itu menyembul menjadi doa,” jelas Mudji kepada empusdei.id.

“Selama pandemi ini saya menyapa bukan lagi dengan esai atau prosa. Esei dan prosa akan muncul lagi pada saatnya. Kini menatap hiruk-pikuk bangsa besar bhinneka yang dimulai dengan ‘puisi atas rahmat berkah Tuhan’ ini, saya ingin menyapa dengan puisi,” jelas Mudji lagi.

Puisi dan sketza Romo Mudji

Dalam keadaan semacam pandemi korona ini kata penulis puluhan buku filsafat dan sastra ini, warga bangsa ini mestinya bergandeng tangan, setia kawan peduli sesama dalam menghadapi bencana, sama seperti awal merdeka, semuanya memberi yang mereka punya. “Bahkan menyerahkan nyawa dan apa saja untuk saling jadi pandu ibu pertiwi sebagaimana WR Soepratman meracik kidung puisi Indonesia Raya jadi anthem,” ungkap Mudji lagi.

Dia menjelaskan, selama pandemi, langit memanggil doa dan puisinya untuk digoreskan dalam rupa sketsa. “It is a call. Doa puisi atau puisi doa buat negeri untuk menggoreskan encouraging words dan bukan discouraging. Ini untuk sebuah asa di ujung-ujung lorong keputusasaan,” kata guru besar STF Driyarkara Jakara ini.

Puisi dan sketza Romo Mudji

Dia meminta kepada siapa pun untuk mengenang para pendiri bangsa dan melenyapkan sikap-sikap pecundang yang mengecilkan sesama dengan menyalahkan dan memaki dengan hati benci dalam hasrat-hasrat kuasa tanpa kontrol budi dan nurani. “Kedepankan buah-buah manis merah kuning dan ragam lezat bumi ini seperti rajut-rajut songket kain tenun warna-warni nusantara yang diolah dengan keringat dan darah. Jangan tega kita gunting-gunting rajutan itu dengan intoleransi dan dendam serta will to power. Jila itu yang terjadi, maka bintik-bintik Medsos yang menyebar anti kebenaran alias hoaks, dilukis sebagai percik-percik racun bagi pertiwi yang sedang menangis dan butuh asa bersama kita,” pintanya.

Karya Romo Mudji

Menurut Mudji, sekecil apa pun laku baik dan peduli setiap orang seumpama tetes awal tiap hujan, bila menyatu akan menjadi hujan yang benar-benar menyuburkan bila dikelola pak dan bu tani di sawah-sawah. Tapi bila rumah air bernama hutan diserakahi dibabat, maka air jadi bencana. (EDL)

Related Post

Leave a Reply