Oleh Didinong Sae, Pengamat Sosial, Tinggal di Jakarta
TEMPUSDEI.ID (6/2/21)
Bila kelak ada penulis yang hendak mengisahkan sejarah masyarakat diaspora Flobamora Jabodetabek, maka Drs Bertoldus Lalo, MM adalah sebuah nama yang layak ditulis dengan tinta emas.
Dalam kapasitas sebagai Kepala Kantor Penghubung Provinsi NTT di Jakarta sekitar tahun 2010 – 2018, pria gagah asal Riung, Ngada ini menorehkan begitu banyak karya dan prestasi. Tidak banyak nama dan tokoh dari wilayah eks zelfbestuur Riung Ngada yang terkenal di Jakarta. Hanya beberapa. Di antaranya, Pastor Jan Lali SVD, penulis Aleks Dungkal, birokrat Remi di Kemendagri, dan Berto Lalo sendiri.
Mungkin sampai sekarang Riung masih menjadi halaman belakang rumah di Ngada. Namun tidak butuh waktu lama lagi, Riung dengan eksostisme 17 pulaunya diyakini segera akan menjadi destinasi hebat untuk kepariwisataan di Flores. Dan sebagian dari upaya keras untuk mulai mengangkat dan memperkenalkan kawasan Riung di kancah nasional tersebut adalah kerja kerja sosok Berto Lalo.
Bukan Tipe “Tukang Pikul Tas”
Paradigma posisi Kepala Kantor Penghubung Provinsi NTT sebagai tempat buangan pegawai, sebagai petugas pelayan antar jemput pikul tas Gubernur dan pejabat penting dari Kupang berikut private service lainnya, ataupun sekadar mediasi administratif kepemerintahan Provinsi NTT di Jakarta, sungguh jauh dari penampilan Berto Lalo.
Keunggulan Berto Lalo terletak pada hubungan dan kedekatan emosionalnya dengan berbagai kalangan diaspora Flobamora se- Jabodetabek. Ia dekat dan disayang oleh para senior Flobamora Jakarta seperti Anton Tifaona, Gories Mere, Blasius Bapa, Jacky Uli, Alfons Loemau, Vincent Siboe, Ibu Yohana Seda, Ibu Nafsiah Mboi, Yusuf Indradewa, da masih banyak lagi. Berto Lalo bisa membuat acara yang dihadiri oleh hampir semua anggota DPR RI asal NTT. Ia juga berteman akrab dengan hampir semua tokoh jagoan asal NTT di Jakarta seperti Zakarias Sabon, Yus Tibo, Franky Lewang dan lain sebagainya. Kelompok Mahasiswa dan pemuda pun dirangkul dan diberi ruang komunikasi seluas-luasnya.
Di masa Berto Lalo menjadi Kepala Kantor Perwakilan Provinsi NTT di Jakarta, nampak terjadi gerak kebangkitan sosial masyarakat diaspora Flobamora Jabodetabek. Semua warga asal NTT didorong untuk membentuk atau menguatkan organisasi Ikatan Keluarga Besar (IKB) masing-masing di bawah naungan rumah besar Flobamora. Setiap paguyuban mendapatkan perhatian dan dukungan dari dirinya.
Kantor Perwakilan NTT di Jakarta dibuka untuk acara rapat dan pertemuan bagi semua IKB. Anjungan NTT di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menjadi tempat pelaksanaan berbagai kegiatan sosial kultural dan religius setiap komunitas atau bersama sama se Flobamora. Dalam hal ini Komunitas Ngada sungguh memanfaatkan dan mendapatkan advantage besar dari kehadiran Berto Lalo tersebut. Rumah adat Ngada, Sao Ine Sina dan acara ritual tahunan Rebha hadir dan rutin sebagai agenda tetap di Anjungan NTT di TMII.
Upaya membangun Persaudaraan Flobamora di Jakarta adalah basic spirit sekaligus achievement Berto Lalo. Ia tak henti menggaungkan semangat ini dalam berbagai event sosial kultural religius masyarakat diaspora Flobamora Jakarta. Ia proaktif, ikut menari dan menyanyi dalam setiap pesta komunitas yang dihadirinya. Dirinya terlibat penuh dalam kegiatan ibadah. Ia aktif mempromosikan suasana toleransi dalam acara Natal atau Lebaran seperti pada kegiatan yang dilakukan komunitas Riung dan Wuamesu Ende. Ia akan turun langsung ke lapangan melerai kisruh dan perkelahian antar pemain saat turnamen sepakbola diaspora Flobamora tahunan di Jakarta. Kitorang basodara, bae sonde bae Flobamora lebe bae adalah kalimat yang sering diungkapkannya. Sembari membangun semangat persaudaraan Flobamora, semua aktivitas dan kegiatan tersebut sekaligus didorongnya menjadi media promosi budaya NTT di Ibukota.
“Jaga nama” (‘Waka’ dalam budaya Ngada) atau harkat dan martabat NTT adalah nilai yang selalu dikedepankan oleh Berto Lalo dalam berbagai urusan masyarakat diaspora Flobamora. Ketika sekelompok pemuda NTT bermasalah dengan Kopassus di Jogya beberapa tahun silam yang berdampak kepada sweeping warga asal NTT di Kota tersebut, Berto Lalo dengan kepiawaiannya turun mengatasi persoalan sampai dengan suasana kembali kondusif. Semua pihak terkait sampai ke tingkat Sultan Jogya dan Komandan Kopassus ia dekati agar keamanan anak-anak NTT di Jogya tidak terusik. Begitu juga dengan peristiwa sejenis seputar Jatinangor, Bandung atau di Batam. Ia bekerja dalam senyap mengurus tidak sedikit masalah terkait TKI seperti pemulangan jenasah, penggerebekan kantor PJTKI penampung TKI asal NTT di Jakarta dan sebagainya.
NTT di masa Gubernur Frans Lebu Raya bukan sedikit masalah dan persoalan yang timbul. Namun Berto Lalo dengan kemampuan komunikasinya mampu menjelaskan setiap persoalan dengan teduh dan tenang sehingga hanya sedikit riak yang timbul.
Hari ini, Sabtu 6 Februari 2021, warga diaspora Flobamora Jabodetabek sungguh berduka oleh viral kabar duka cita wafatnya Berto Lalo akibat terpapar Covid-19 di Kupang. Ini menambahkan daftar panjang pejabat dan orang penting di NTT yang terpapar Covid. Maka muncul berbagai spekulasi seperti: Pejabat setingkat Pak Berto ini terpapar di mana, transmisi dari siapa, kontak dengan siapa? Ini sungguh menggelisahkan.
Sudah saatnya penanganan Pandemi Covid-9 di NTT dilakukan secara jelas, terukur, dan tegas. Tidak lagi menjadi olok-olok senda gurau.
Rest in Peace, kawan Berto!