Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
TEMPUSDEI.ID (8 Februari 2021)
Tidak satu pun ciptaan Tuhan yang abadi. Semua akan berakhir dan lenyap. Bunga yang hari ini mekar besok sudah layu. Hari ini kita muda dan cantik sepuluh tahun kemudian tidak lagi.
Kitab Suci menasihati kita untuk membedakan antara yang sementara dan yang kekal. Paulus menuliskan dalam 2 Kor 4:17 bahwa penderitaan yang harus kita tanggung di dunia ini ringan, namun mengantar pada kemuliaan kekal. Penderitaan di dunia ini ringan karena di dunia ini tidak ada yang kekal. Demikian pula penderitaan kita pun sementara saja. Semua akan berakhir. Tidak ada orang yang akan bersedih terus. Tidak ada pula yang tertimpa masalah terus. Penderitaan di dunia ini masih dapat kita tanggung karena pasti akan berlalu.
Bila kita mau menanggungnya, penderitaan ini akan berbuah kesabaran, ketekunan, pengendalian diri dan buah-buah Roh yang lain. Buah-buah Roh inilah yang menjadikan kita layak bersatu dengan-Nya. Ini adalah tanda kesucian seseorang.
Kalau kita mengutamakan yang abadi, maka kita mau melakukan apa saja untuk menanggung penderitaan demi kebaikan yang lebih besar. Orang yang mengikuti panas hati ketika dicerca, difitnah atau disalahmengerti dapat melukai diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, menahan diri untuk tidak membalas menyakiti akan membuat semua baik.
Jika kita mementingkan kebaikan yang lebih besar, pasti kita mau berkorban menanggung penderitaan saat ini. Memandang yang tidak kelihatan, yang ada di balik penderitaan memberi harapan dan kekuatan. Sebagaimana Paulus katakan: “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Kor 4:18). Jika suami istri melihat masa depan anak-anak, tentu keduanya rela menanggung penderitaan dalam keluarga agar anak-anak tidak sampai menjadi korban perceraian.
Demikian pula jika kita melihat kehidupan setelah mati tentu kita mau berbuat sebaik-baiknya dalam hidup ini. Penderitaan dan kesulitan yang sementara ini tentu mau kita tanggung agar bersatu dengan Tuhan dalam kemuliaan abadi.
Memandang apa yang tidak kelihatan bukan berarti tidak perlu lagi mencari uang atau mengerjakan keperluan kita di dunia. Tuhan tidak mengatakan: “Carilah hanya Kerajaan Allah” melainkan “Carilah dahulu Kerajaan Allah”. Kita tentu perlu tetap bekerja di dunia, namun tujuan dari semua yang kita lakukan adalah persatuan dengan Allah sejak di dunia ini. Di mana pun kita berada, apa pun yang kita kerjakan perlu kita lakukan demi menyenangkan-Nya dan memuliakan-Nya. Jika kita menomorsatukan Allah, maka kita lebih kuat menanggung kesulitan di dunia karena hidup kita digerakkan oleh tujuan yang tertinggi dan mulia, yaitu menyenangkan hati Tuhan.
Orang yang mendahulukan Kerajaan Allah tidak akan memusuhi orangtua atau saudara hanya karena berebut harta warisan. Karena bagi orang seperti ini harta bukan segala-galanya. Materi bersifat sementara sedangkan nilai kerukunan dan kebahagiaan dalam keluarga sifatnya langgeng. Demikian pula orang yang melakukan Sabda Tuhan pasti rela berkorban demi orang lain. Berbuat kasih tidak sulit jika orang menyadari tujuan yang tertinggi, yaitu bersatu dengan Allah yang adalah Sang Kasih itu sendiri. (Menemukan Tuhan Dalam Hidup Sehari-hari, 2012)