Oleh Veronica Um Kusrini
Sore itu, Mila masih bermain di kebuh dekat sekolah. Bukan kebun, lebih tepatnya hamparan rumput di atas tanah berbatu dengan beberapa tanaman perdu dan beberapa pohon besar di dalamnya. Keadaannya sangat jauh dari dari kata dirawat.
Pohon beringin. Pohon inilah yang paling mengerikan. Mila mendengar ceritanya langsung dari Engkong. Engkong mengatakan bahwa pohon beringin itu awalnya ditanam oleh sang pemilik tanah. Bertahun-tahun sang pemilik merawatnya, sampai akhirnya menjadi besar. Tidak pernah ada kejadian yang aneh-aneh ketika pohon itu masih dirawat. Sampai pada suatu hari, sang pemilik ini meninggal karena sakit.
Setelah meninggal, pohon beringin ini tak pernah ada lagi yang merawatnya. Daun-daun yang jatuh dulunya selalu dipungut untuk dibuang, kemudian tidak lagi. Akar-akar yang dulu selalu dirapikan, kemudian menjulur-julur tak beraturan. Dulu anak-anak sering bermain petak umpet di sekitar pohon itu, kemudian tidak berani. Dulu ibu-ibu sering mengambil air dari sumber mata air yang terdapat di dekat akar beringin itu, kemudian tak lagi berani karena seram. Lama-kelamaan, tidak ada satupun orang yang berani dekat dengan pohon beringin itu.
Mila agak ngeri mendengar kelanjutan kisahnya, kata Engkong, di sekitar pohon beringin itu sekarang banyak setannya, ada yang pernah melihat perempuan muda berbaju putih, orang lain lagi melihat sekelebat bayangan putih dengan kuncir di kepalanya, yang lainnya lagi melihat ada makhluk besar berwarna hijau bertaring besar. Ahh, rupa-rupa macamnya yang Engkong ceritakan. Mila dibuat ngeri karenanya.
Dia kemudian menceritakan kepada Ibunya soal keberadaan makhluk-makhluk yang menyerupai setan itu. Tak dikira, Ibunya nyeletuk saja dengan ringan “Beda dengan yang ada di rumah nyonya itu. Pohon beringin di tempat nyonya tidak menakutkan, Mil. Ibu setiap hari menyapu daunnya, duduk santai di antara gundukan akarnya juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar, karena dirawat sehingga tidak menakutkan, tidak mengerikan, tidak angker, bahkan setan-setan juga takut sama yang merawatnya”
Mila diam, mencoba mencermati perkataan Ibunya. Apakah benar kata ibunya. Kalau dirawat tidak akan menakutkan, tidak akan mengerikan, tidak akan angker, dan tidak akan dihuni banyak setan. Seperti pohon beringin nyonya.
Mengingat pohon beringin nyonya yang katanya tidak bersetan, Mila tiba-tiba ngeri, dia ingat bagaimana jika nyonya marah, dia akan tampak sangat kesetanan. Angker dan mengerikan sekali wajahnya. Tatapannya nanar dan kering. Mungkinkah hati dan jiwa nyonya juga tidak terawat sehingga angker, mengerikan, dan menakutkan? Atau karena kemudian dihuni oleh banyak setan?
Entahlah! Dia tidak berani membayangkan lebih jauh lagi tentang nyonya yang sedang marah, karena yang terbayang di pikirannya adalah wajah Ibunya yang ketakutan dan tak berani berbuat apa pun kecuali mendengar dan menerima.