Fri. Nov 22nd, 2024
Eleine Magdalena

Oleh Eleine Magdalena, Sedang menempuh studi doktoral Teologi Katolik

 

 TEMPUSDEI.ID (15 FEBRUARI 2021)

“Bekerja di dunia sebaik-baiknya dengan kerinduan untuk mencapai surga. Bagi orang yang seperti inilah tersedia hidup abadi.”

Tim sudah kembali ke rumah Bapa. Tapi semangatnya masih tertinggal di bumi. Di hati keluarga dan teman-temannya, Tim dikenang sebagai orang yang memberi diri bagi orang lain. Sampai Tim wafat, sudah dua puluh tahun ia meninggalkan pekerjaannya sebagai manajer di perusahaan obat untuk terjun ke pelayanan, mendampingi anak-anak muda yang membutuhkan pengasuhan orang tua.

Tim wafat setelah menyelamatkan orang yang tak dikenalnya di laut. Tim mengukirkan tinta emas di hati orang-orang yang mengenalnya. Hidup dan kematiannya berbicara kuat bahwa hidup di dunia ini menjadi berarti jika diisi dengan kebaikan kepada orang lain. Hidup yang fana mempunyai nilai keabadian jika diarahkan pada hal surgawi.

Tujuh orang bersaudara dalam bacaan 2 Mak 7:1-2, 9-14 adalah juga orang-orang yang berani dan rela mati demi cinta akan Tuhan. Mereka melihat pada masa yang akan datang, yaitu kehidupan setelah kematian. Bagi mereka, kehilangan hidup yang sementara ini tak dapat dibandingkan dengan anugerah yang Tuhan janjikan bagi orang benar, yaitu hidup kekal.

Hal kebangkitan orang mati inilah juga yang dipersoalkan orang Saduki dalam Injil Lukas 20:27-38. Berbeda dengan orang Farisi yang percaya ada kebangkitan, orang Saduki tidak percaya tentang roh dan kehidupan setelah kematian.

Bagi sebagian orang, kehidupan di dunia ini menyita hampir seluruh perhatian, waktu, tenaga dan pikirannya. Seakan-akan kehidupan di dunia ini tujuan dari segala upayanya. Yesus mengingatkan kita tentang dunia yang akan datang dan kebangkitan orang benar untuk memperoleh hidup kekal.

Banyak dari kita begitu terserap oleh masalah di dunia ini: merawat kecantikan tubuh dan menjaga kesehatan secara prima, mencari uang sebanyak-banyaknya untuk mengejar kesenangan sebesar-besarnya, mempertahankan gengsi dan status sosial. Banyak dari kita rajin mengumpulkan sebanyak mungkin harta kekayaan untuk jaminan hidup di dunia, tapi kurang mempersiapkan diri untuk hidup kekal.

Bagaimana mempersiapkan diri untuk menerima hidup kekal itu? Kita perlu menata hati, pikiran dan tujuan hidup agar selaras dengan kehendak-Nya. Kehidupan kekal telah dimulai di dunia ketika kita mengenal Yesus secara pribadi, melakukan kehendak-Nya, mencintai dan merindukan-Nya.

Kitab Suci juga mengatakan bahwa kehidupan kita kelak di surga sama seperti para malaikat yang senantiasa memuji Tuhan dan selalu berada dekat dengan-Nya. Jika kita tidak mulai mencintai-Nya sejak di dunia ini, memuji-Nya dalam segala peristiwa hidup kita serta selalu mau berada dekat dengan-Nya, bagaimana mungkin kita cocok dengan kehidupan di surga kelak. (Menemukan Tuhan Dalam Hidup Sehari-hari, 2012)

 

 

Related Post

Leave a Reply