Pelangi Mewangi
Puisi Weinata Sairin
Hujan kini tiap saat terjadi
tidak lagi menurut aturan musim
yang pada tahun 50-an
di sekolah rakyat
dipelajari pada mata pelajaran ilmu bumi
Hujan kini acap terjadi dini hari
pukul satu hingga
fajar pagi mekar berbinar
BMKG memberi peringatan setiap saat tentang curah hujan yang tinggi
cuaca ekstrim dan potensi-potensi gempa dibarengi
tsunami
Masyarakat di zaman ini memiliki beragam tafsir tentang hujan dan banjir
tafsir teologis dan tafsir politik
penuh sesak merasuki Medsos
tafsir-tafsir meniru gaya nostradamus seperti itu
menimbulkan luka dan duka
yang di zaman Pilkada beberapa tahun yang lalu
membelah rakyat
dalam faksi-faksi
penuh kenaifan dan ujaran kebencian
Hujan yang menimbulkan banjir di beberapa bagian ibu kota
nyaris terjadi setiap tahun
dan merendam wilayah yang sama
lalu para netizen
menyindir cerdas di Medsos:
“Ibukota Belanda itu Amsterdam, ibukota Indonesia itu Terendam!”
para petinggi tak pernah mampu
memaknai ungkapan netizen
bahkan bak seorang ahli agama ia berujar “atas izin Allah, banjir telah surut”
Walau banjir telah merendam atap rumah dan membasahi kamar-kamar di lantai dua
tidak akan terjadi lagi air bah yang memusnahkan umat manusia
Dalam Alkitab diuraikan tentang kejahatan manusia yang memuncak telak
lalu Allah memusnahkan manusia dengan
air bah
Hanya Nuh, istrinya, tiga anak dengan masing-masing istrinya selamat dari air bah
Allah tak akan pernah lagi menghukum manusia dengan air bah
Allah mencipta pelangi penanda kasih-Nya yang akan selalu
mendampingi hidup manusia
Hujan dan banjir
sejatinya dipenuhi untaian pembelajaran
agar manusia makin cerdik,tulus dan berhikmat
mengelola bumi
dalam naungan pelangi kasih yang terus mewangi.
Jakarta, 26 Februari 2021/3.30
Weinata Sairin adalah Teolog Kristen, Kelahiran Jakarta, 23 Agustus 1948. Kini ia berfokus pada teologi agama-agama, hubungan Gereja dan Negara, serta teribat dalam berbagai dialog kerukunan.