MAZMUR DAUD
Nyanyikanlah selalu untukku mazmur-mazmurmu, Daud!
Jangan pernah berhenti walau ahli Taurat mencibirmu
Mazmurmu boleh terdengar sumbang, biarkan saja
Aku akan setia mendengarkan, sampai kau diam benar.
Jadikan Betsayba sebagai pengingat pancangmu, Daud!
Jadikan Uria sebagai tanda kebesaran jiwamu yang lalu
Tetaplah bermazmur, jangan diam, walau sumbang
Jangan pula Kidung Agung melemahkan iramamu
Hakim-hakim sering mengutuk
perbuatanmu yang lalu, bukan?
Abaikan, jangan dengarkan,
kasut mereka tak lebih bersih
Tetap dan tataplah matahari, Daud!
Teruslah bermazmur.
Karena getarannya membawaku ke puncak Tursina.
Bekasi, 7 Januari 2014
DI BALIK TENDA PENGUNGSIAN
Di balik tenda pengungsian,
Sepasang mata menatap penuh harap
Sementara ilalang di ujung perbatasan
Menanti api untuk menjadikannya abu
Tatapan mata itu teduh, serupa benar
Dengan mata air yang tak pernah kering
Memancarkan kehidupan kepada setiap akar
Membuat pohon dan bunga-bunga berseri
Namun, sore ini tampak berbeda,
Tatapan yang teduh telah berurai air mata
Birunya langit mencoba menjelaskan
Tentang makna sebuah kata kehilangan
Dan saat malam tiba, tatapan mata itu hilang
Tak kutemukan juga di antara padang ilalang
Kucari di sudut daun dan bunga yang berseri
Di sana pun tak ada.
Mungkin bumi telah menelannya.
Aku berjalan sendirian kini,
tak kutemukan apapun di balik tenda itu
Hanya beberapa karung beras dan sabun
Yang bercerita tentang makna sebuah kehadiran jiwa.
Aku berjalan dan terus berjalan, tak berhenti,
tak pernah berhenti, dan tak akan pernah berhenti.
Kuterjang padang ilalang yang selalu ramah terhadapku, keramahan yang semu :
Kutemukan kedamaian meski di dalam pelarianku,
Harap bertemu dengan tatap mata itu,
Boleh di balik sepatu, boleh pula di balik batu
Atau juga di balik kayu.
Namun dunia berpihak padaku,
kutemukan tatap mata itu
Tepat di balik mahkota duri-Mu yang abadi.
Aku tak bisa bergerak
Aku tak bisa mengelak
Aku tak bisa menolak
Aku tak bisa beranjak
Aku diam dan bersimpuh
Bekasi, 2014
Dari Antologi Puisi Kesaksian Puncak Ramelau karya Veronica Um Kusrini