Wed. Oct 30th, 2024
Cinta itu menggerakkan untuk kebaikan
Cinta itu menghidupkan

Oleh Weinata Sairin, Teolog

“Omnia vincit amor, et nos cedamus amori — Cinta mengalahkan segalanya (maka dari itu) marilah kita tunduk kepada cinta itu”.

Weinata Sairin

Salah satu hal yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia adalah “rasa cinta” dengan berbagai kata turunannya dan makna spesifiknya. “Cinta” tidak mengenal perbedaan: keragaman etnik, agama, budaya, status sosial dan sebagainya. Manusia dalam keragamannya tetap memiliki perasaan cinta kasih, yang mengaliri tubuh dan kemudian mewujudnyata dalam berbagai bentuk. Cinta kasih menghubungkan manusia dengan manusia, cinta kasih melahirkan simpati dan empati, melahirkan inovasi dan kreativitas, menghadirkan hidup yang damai, penuh kebahagiaan. Cinta ada dan hadir dalam kedirian setiap orang, roh cinta kasih itu yang melahirkan perdamaian dan kerukunan yang amat dibutuhkan dalam membangun peradaban masyarakat majemuk di manapun.

Menurut Erich Fromm, cinta adalah suatu seni yang memerlukan pengetahuan serta latihan. Cinta adalah suatu kegiatan dan bukan merupakan pengaruh yang pasif. Salah satu esensi cinta adalah adanya kreatifitas dalam diri seseorang. Cinta mewujud terutama dalam aspek memberi dan bukan hanya menerima. Dalam cinta kasih, berlaku pemikiran bahwa ‘terlebih berkat memberi dari pada menerima’. Memberi, bersimpati, berempati, menunjukkan kepedulian adalah ekspresi sebuah cinta kasih yang standar. Cinta bisa melahirkan puisi indah, yang lembut, jauh dari diksi vulgar yang bisa membawa seseorang pada pikiran erotik-porneia. Coba kita nikmati puisi seorang Garin Nugroho dalam buku kumpulan puisinya Adam, Hawa dan Durian (KPG,Jakarta,2021) :

UNTUK APA ?

opera Jawa, 2006

Kucium puting dadamu
untuk merasakan detak jantungmu
Kucium bibirmu
untuk menyusuri
seluruh perasaanmu

Kucium seluruh
ujung tubuhmu
untuk menemukan..kamu_ ladang, sungai
perbukitan tanah
 Jawaku

Narasi ini amat indah. Garin menulisnya pasti dalam deburan cinta yang menggejolak dalam dirinya.  Cinta kasih yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia bisa mengubah mindset seseorang dari seorang yang abai, tak peduli menjadi orang yang sangat peduli terhadap orang lain dan siap berkurban untuk siapapun juga yang memang membutuhkan. Adalah Francis dari Asisi yang pada suatu saat melakukan perjalanan dengan berkuda. Dalam perjalanan itu ia bertemu dengan seorang penderita kusta yang kemudian memegang mangkuk kayunya. Melihat hal itu tentu saja Francis mundur ketakutan. Ia melemparkan dompetnya yang penuh uang kepada si kusta dan ia pun segera berlalu. Ya itu tindakan manusiawi. Ia kuatir jika mesti bersentuhan dengan orang kusta. Ia memacu kudanya agar berlari kencang meninggalkan lokasi penderita kusta. Namun tiba-tiba ia menarik kekang kudanya dan menghentikan kudanya. Ia malahan kembali ke wilayah yang tadi ia lewati; sesudah tiba di tempat itu ia segera turun dari kudanya.

Francis mendatangi sang penderita kusta itu, lalu ia memeluknya erat-erat seperti ia memeluk saudaranya sendiri. Sebuah perubahan besar telah terjadi di dalam hati Francis. Cinta kasih telah dianugerahkan Tuhan kepadanya, spirit itu menguasai dirinya sehingga mendorong Francis mendatangi sang penderita kusta itu dan memeluknya penuh cinta kasih.

Agama-agama telah mengajarkan dengan jelas bahwa umat manusia harus mempraktikkan cinta kasih dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sebenarnya secara garis besar ada dua tugas dan kewajiban manusia yang utama dalam menjalankan kehidupan mereka di sepanjang zaman, hingga ia tiba di terminal yang penghabisan, yaitu tatkala ia meninggal dunia. Kedua tugas besar itu adalah sebagai berikut :

Pertama, manusia harus mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi. Kedua, manusia harus mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri. Tatkala manusia berbohong, menipu, menyuap, korupsi, melakukan mark up proyek, membuat “anggaran siluman”, mendiskriminasi orang lain atas dasar SARA, melanggar HAM, melakukan persekusi, melakukan ujaran kebencian, melakukan kejahatan seksual, perdagangan orang, mengganggu ibadah agama, menghujat agama yang dipeluk masyarakat, dan sebagainya, dan sebagainya, maka umat manusia sudah meniadakan kedua hukum kasih yang disebutkan diatas tadi.

Pepatah yang dikutip di bagian awal tulisan ini mengingat dan menyadarkan kita semua bahwa “cinta itu mengalahkan segalanya sebab itu kita harus tunduk kepada cinta”. Kita harus terus-menerus merajut benang-benang cinta tanpa kenal lelah, kita mesti melahirkan dan menebar benih-benih cinta di tengah dunia yang sangar, penuh dusta, berlumur dosa. Kita cintai dan kasihi para pendosa yang tamak dan tegiur dengan barang dunia fana, kita sadarkan mereka untuk bertobat dan kembali ke jalan lurus yang Tuhan telah tunjukkan.

Cinta kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak menyombongkan diri, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain. Cinta kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran; menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih yang kita peroleh atas anugerah Tuhan itu, kekal, abadi tiada berkesudahan. Mari kita tundukkan diri kita kepada cinta kasih, dan mari kita mengasihi tanpa henti. Mengasihi mereka yang terpapar, yang tengah isoman, yang kehilangan orang terkasih, yang dililit kemiskinan karena kehilngan pekerjaan.

Di era Corona yang membuat banyak orang merana, di zaman pandemi tatkala hidup  normal di intervensi dan dinterupsi oleh virus yang menggerus kehidupan,maka Kasih kepada sesama dan Kasih kepada Allah mesti menjadi bagian integral dari kedirian manusia. Mari menabur cinta kasih tanpa lelah, sampai saatnya maut merenggut.

Selamat Berjuang. God Bless!

Related Post

Leave a Reply