TEMPUSDEI.ID (1 APRIL 2021)
Oleh Febry Silaban, Penulis buku “YHWH”Empat Huruf Suci
Menjelang masa Prapaskah berakhir, kita akan memasuki masa “Pekan Suci”. Pekan Suci dimulai dari Minggu Palma hingga Minggu Paskah. Kata “pekan” berarti juga “minggu”. “Pekan suci” berarti ada hari selama seminggu yang dianggap “suci”. Yang menjadi salah kaprah selama ini adalah penggunaan terminologi “Trihari Suci”. Seharusnya, istilah liturgi yang benar dipakai adalah Trihari Suci Paskah, bukan Trihari Suci!
Selama ini orang mempunyai kecenderungan mengira bahwa Trihari Paskah itu terdiri dari Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah karena pada Sabtu Sunyi/Suci tidak ada ibadat. Di banyak paroki, buku panduan misa juga menggunakan istilah “Tri Hari Suci”, yang isinya upacara liturgi untuk Kamis Putih, Jumat Agung, dan Malam Paskah-Minggu Paskah. Akan tetapi, kalau ada yang masih menyebut Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah sebagai Trihari Suci, itu tidak termasuk dosa juga. Hanya saja itu kurang tepat.
Dalam bahasa Latin, istilah itu dinamakan dengan “Triduum Paschale Sacrum”, dan diterjemahkan lengkap menjadi “Trihari Suci Paskah”. Akan tetapi, ungkapan Latin tersebut malah sering diterjemahkan dan disingkat menjadi Trihari Suci. Dengan terjemahan tersebut, pikiran kita langsung terarah kepada Kamis Putih, Jumat Agung, dan Minggu Paskah. Inilah yg menjadi salah kaprah selama ini. Padahal kalau mau menyingkat, terjemahan Sacrum Triduum Paschale seharusnya menjadi “Trihari Paskah”.
Banyak orang sebenarnya yang masih bingung dengan penghitungan Trihari Paskah ini. Dinamakan “tri” atau “tiga”, tapi kok ada empat hari yang muncul: Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Paskah? Lalu, dari mana dihitung hari ketiga Yesus bangkit itu?
Secara lengkap, Trihari Suci Paskah atau Trihari Paskah terdiri dari:
- Jumat Agung (Dies Passionis Dominiatau Good Friday),
- Sabtu Suci (Sabbatum Sanctum atau Holy Saturday), dan
- Minggu Paskah (Dominica Resurrectionis Domini atau Easter Sunday).
Sedangkan, untuk Kamis Putih (Dies Cenae Domini atau Maundy Thursday atau Holy Thursday), Konstitusi Liturgi “Sacrosanctum Concillium” (SC) hasil Konsili Vatikan II memberinya arti khusus sebagai perayaan membuka Trihari Paskah. Kamis Putih dianggap masih satu bagian dengan perayaan Jumat Agung.
Jadi, Jumat Agung adalah hari pertama Trihari Paskah! Pada hari ini tidak ada perayaan misa, tetapi hanya ibadat.
Hari kedua Trihari Paskah adalah Sabtu Suci. Pada hari Sabtu Suci juga tidak ada perayaan Ekaristi. Kita seolah-olah berjaga bersama Yesus yang ada di kubur, yang dimulai dari Jumat sore, malam, Sabtu pagi, hingga Sabtu sore. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Jumat Agung dan Sabtu Suci adalah dua hari dalam satu tahun yang tanpa misa. Begitu sakralnya hari ini dan konon tidak ada alat musik yang dimainkan. Altar pun dikosongkan. Bahkan, uskup melepaskan cincinnya karena Gereja sedang berduka (De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrandis).
Kalau kita merayakan Ekaristi pada hari Sabtu malam, itu sudah termasuk pada bagian perayaan Minggu Paskah, yakni “Vigilia Paskah.” Ingatlah, bahwa “Sabtu Suci” tidak sama dengan Sabtu Paskah atau Vigilia Paskah atau Malam Paskah!
Kata vigilia berasal dari bahasa Latin vigilare, yang artinya berjaga-jaga.
Hari ketiga dari Trihari Suci Paskah sendiri (atau Minggu Paskah) memiliki dua perayaan, yakni Vigilia Paskah (malam Minggu) dan Misa Minggu Paskah.
Perhitungan “waktu” kalender liturgi yang kita pakai berbeda dengan perhitungan waktu yang pada umumnya digunakan. “Satu hari” menurut kalender liturgi dihitung dari kira-kira jam 6 sore sampai jam 6 sore besoknya. Sedangkan perhitungan “satu hari” menurut waktu yang pada umumnya digunakan, dihitung mulai jam 00.00 dini hari sampai pukul 24.00. Karena itu menjadi jelas bagi kita alasan dikatakan Yesus bangkit pada hari ketiga, yakni hari Minggu! Penghitungan tersebut juga termasuk dengan perhitungan waktu Doa Brevir, yakni Ibadat sore I dan Ibadat sore II; termasuk juga kebiasaan Misa Sabtu sore yang dianggap sama sebagai misa hari Minggu esoknya.
Dengan demikian, perayaan yang dimulai pada Kamis Putih sampai Jumat Agung dihitung sebagai satu hari atau satu bagian. Lalu, hari Sabtu Suci dihitung berakhir hanya sampai pukul 18.00 (tanggal 11 April 2020). Selanjutnya, Sabtu Paskah atau Malam Paskah dihitung mulai jam 18.00 tersebut atau mulai Misa Malam Paskah. Karena itu jugalah kita sebenarnya masih melakukan puasa atau ber-Prapaskah hingga Sabtu Suci (atau sebelum Misa Malam Paskah) ini.
Tata perayaan liturgi dari Kamis Putih sampai Minggu Paskah merupakan satu kesatuan rangkaian. Upacara Kamis Putih tidak memiliki ritus penutup, kemudian diakhiri dengan perarakan Sakramen Mahakudus. Demikian juga Jumat Agung tidak memiliki ritus pembuka dan penutup. Lalu, pada Vigilia/Sabtu Paskah pun tidak ada ritus pembuka. Trihari Paskah berlangsung selama tiga hari penuh, yang diawali dengan pembuka Ekaristi pada Kamis Putih dan ditutup atau berakhir pada Ibadat Sore Minggu Paskah (sumber: Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi No. 19).
Dasar Liturgi Trihari Paskah adalah kesatuan yang tak terpisahkan antara misteri Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan Kristus. Inilah yang selalu kita nyatakan dalam setiap Perayaan Ekaristi: mengenang Sengsara, Wafat, dan Kebangkitan.
Untuk memahaminya lebih dalam dan gampang, ada pertanyaan kunci: apa yang kita rayakan setiap hari Minggu? Jawabannya ialah Paskah. Apa itu Paskah? Sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus. Kapan sengsara? Jumat Agung. Namun, sengsara pada Jumat Agung itu tak bisa lepas dari peristiwa di Taman Getsemani (Kamis Putih). Kapan wafat dan turun ke alam maut? Sabtu Suci. Catatan di sini, Sabtu Suci tidak ada perayaan misa. Kapan bangkit? Minggu Paskah, dan Minggu Paskah ini dimulai dengan Vigilia Paskah, saat di mana kita pergi ke gereja pada hari Sabtu malam. Kemudian ini berlanjut ke Minggu Paskah pagi harinya.
Maka, kalau ada yang bertanya, sebutkan Trihari Suci Paskah, jawablah: Jumat Agung, Sabtu Suci, dan Minggu Paskah.