DENPASAR, TEMPUSDEI.ID (12 APRIL 2021)
Umbu Landu Paranggi (ULP) menunggu saat tepat untuk pulang ke tanah leluhurnya Tanah Sumba. Setelah berpulang Selasa, 6 April 2021 lalu di RSU Bali Mandara, untuk beberapa hari jenasahnya dititipkan di RSU tersebut. Baru pada Senin 12 April 2021 dimakamkan sementara di Taman Pemakaman Kristen Mumbul Kabupaten Badung.
Para penyair Bali yang rata-rata adalah murid dari Umbu Landu Paranggi menghadiri upacara “kuru kudu”, sebuah upacara penghormatan pihak keuarga kepada almarhum. Hadir antara lain penyair Wayan Jengki Sunarta, penyair perempuan Bali Ni Putu Putri Suastini yang juga istri dari Gubernur Bali I Wayan Koster dan sejumlah pegiat komunitas Jati Jagat Kampung Puisi Bali. Hadir pula pengurus IKB Flobamora Bali antara lain Ketua Umum Yusdi Diaz dan Sekretaris Umum Fredrik Billy. Kehadiran mereka tetap dengan menaati prosedur kesehatan Covid-19.
Upacara Kuru Kudu itu sungguh membuat para hadirin terbawa ke suasana magis layaknya upacara adat Sumba. Hentakan musik tradisional berupa iringan gong gendang yang ditabuh oleh anak-anak muda asal Sumba membuat benar-benar terbawa ke suasana duka. Bahkan ada yang menitikkan air mata mengenang kepiawaian ULP dalam dunia sastra khususnya puisi.
Upacara kuru kudu ini bukan pemakaman jenasah ULP selamanya di Taman Mumbul melainkan hanya dititipkan sementara. Jadi Presiden Malioboro itu dipandang masih berada di antara para keluarga dan sahabatnya sampai pemakaman kembali yang menurut rencana akan dilaksanakan di kampung kelahirannya di Sumba.
Menunggu Covid Reda
Menurut Umbu Rihimehe Agung Praing, yang adalah salah satu menantu ULP, ayah mereka itu untuk beberapa waktu menjalankan tapa penyepian di Taman Pemakaman Kristen Mumbul. Ia mengatakan bapa mereka masih berada di sekitar kehidupan nyata. Ia belum pulang ke nirwana.”Hari ini kita di Pemakaman Mumbul merupakan tempat peristirahatan sementara bapak Umbu, beliau masih ada di sekitar kita, dia belum mengendarai kuda putih atau merah untuk sampai nirwana,” ungkapnya.
Dijelaskan Umbu Rihimehe Agung Praing, direncanakan jenasah ULP akan diterbangkan ke Sumba untuk dimakamkan di sana. Namun dikarenakan di wilayah Sumba masih berada dalam situasi bencana alam maka proses pemakaman di kampung halaman belum bisa dilaksanakan. Sambil menunggu waktu yang tepat maka jenasah ULP sementara dititipkan di Taman Makam Kristen Mumbul.
Lebih lanjut Umbu Rihimehe mengatakan, upacara hari ini adalah upacara “kuru kudu”. Upacara ini dimaksudkan untuk mengantar arwah guru besar para penyair besar ini ke ruang sunyi untuk istirahat sejenak. Dalam kearifan lokal Bali dikenal dengan tapa penyepian. Bila kondisi Sumba sudah kondusif maka jenasah Umbu Landu Paranggi akan dibawa pulang ke Sumba untuk dimakamkan secara permanen. “Sampai saat ini belum ada keseimbangan antara ibu pertiwi Bali dan Sumba, jika sudah ada keseimbangan kami ingin bawa ayah kami untuk ke Sumba,” ungkap Umbu Rihimehe.
Merasa Kehilangan
Salah satu murid ULP yang sangat konsen dengan dunia kepenyairan di Bali adalah Ni Putu Putri Suastini. Istri Gubernur Bali I Wayan Koster ini akrab disapa Putri Koster. Ia mengaku tidak merasa sedih dengan kepergian Umbu Landu Paranggi. Namun dirinya pasti merasakan kehilangan secara fisik. Biasanya sering bertemu kalau ada hajatan baca puisi, hari-hari ke depan pasti tanpa Umbu Landu Paranggi.
Sebagai bentuk penghormatan murid kepada guru, Putri Koster berkenan hadir pada upacara kuru kudu di Taman Mumbul tersebut. Ia ingin turut melepaskan kepergian ULP, sang guru sastranya itu menuju kesunyian abadi. “Saya tidak bersedih, hanya saya merasa kehilangan secara fisik, tapi saya bahagia, dia mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan” ujarnya.
Putri Koster mengajak hadirin untuk memetik manfaat apa yang sudah beliau berikan. Sebab tidak hanya bersastra saja yang bermanfaat tetapi juga tentang pelajaran kehidupan. Hal-hal baik dari hidup beliau serta apa saja yang sudah diberikan Umbu dapat dijadikan pedoman ke depan selagi masih ada waktu untuk kita yang masih hidup.
Ketua Umum Ikatan Keluarga Besar Flobamora Bali, Yoseph Yulius Diaz pada kesempatan tersebut mengakui sosok Umbu Landu Paranggi adalah sastrawan kenamaan asal Nusa Tenggara Timur. Yusdi menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten dan Kota di Bali dan Pemerintah Yogyakarta. Sebab sudah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Umbu Landu Paranggi untuk berkreativitas sebagai sastrawan. “Terima kasih kepadateman-teman yang sudah bersama ULP sampai beliau menempuh jalan sunyi ini”, ujar Yusdi Diaz.
Karena pemakaman ULP sifatnya sementara maka kuburannya diberikan tanda khusus berupa sebuah rumah kecil yang dilingkari dengan kain tenun adat Sumba. Umbu Landu Paranggi lahir di kampung Kananggar Paberiwai Sumba Timur 10 Agustus 1943. Dengan demikian, bila kondisi sudah kondusif maka ia akan dimakamkan di Kananggar. Dan sebagai seorang “umbu”, upacara adat penguburan adalah upacara layaknya seorang umbu. (Gus/hmsflobamora/tempusdei.id)