TEMPUSDEI.ID (19 APRIL 2021)
Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
“Memberi maaf membebaskan seseorang dari rasa bersalah yang sedemikian menekan. Mengampuni sungguh suatu tindakan mulia.”
“Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:23)
Ayat ini merupakan dasar biblis Sakramen Rekonsiliasi atau Sakramen Pengakuan Dosa.
Yesus mengadakan sakramen ini. Ia memberi kuasa kepada murid-murid-Nya, yang kemudian dilanjutkan oleh para penggantinya sampai sekarang.
Dalam Matius 16:18, Yesus memberi kuasa kepada Petrus: “Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini akan Kudirikan Gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga…”.
Paus dan para imam sebagai penerus Petrus dan para rasul menerima tahbisan resmi dan diberi wewenang untuk itu. Ini adalah kuasa yang diberikan Tuhan kepada Gereja-Nya. Para imam mengampuni atas nama Yesus dan bukan atas namanya sendiri.
Theresia mengaku dosa paling sedikit 2 bulan sekali. Bagi Theresia, Sakramen Rekonsiliasi adalah kesempatan berharga. Ia dapat terlepas dari beban dosa yang mengimpit. Jika ia mengaku secara jujur dan penuh iman, ia mendapatkan kepastian bahwa ia telah dilepaskan dari dosa-dosanya lewat absolusi yang diberikan Imam.
“Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes 1:18).
Jika akan menjalankan tugas-tugas pelayanan, Theresia menyempatkan diri mengaku dosa. Theresia tidak mau dosanya menghalangi kasih Allah bagi dirinya dan sesama yang dilayani. Lagipula setiap kali mengaku dosa ia merasa lega dan lebih tenang. Ia juga merasa lebih mudah hening dalam doa jika tidak dibebani oleh dosa-dosa yang belum diakukan.
Bagi Theresia, kesempatan mengaku dosa terbuka lebar karena para imam tidak pernah menolak untuk memberi Sakramen Pengakuan Dosa. Biasanya Theresia menemui imam sebelum misa harian untuk membuat janji mengaku dosa setelah misa. Theresia biasanya mengaku dosa pada imam yang sama. Tetapi pernah juga kepada imam lain. Theresia lebih suka mengaku dosa pada imam yang sudah berumur karena merasa lebih dimengerti dan mendapat nasihat yang pas.
Setelah mengaku dosa, biasanya Theresia langsung menjalankan penitensi yang diberikan agar tidak sampai lupa menjalankannya.
Kadangkala Theresia merasa malu karena dosa yang diakukan hampir sama saja. Namun, ia tetap mengakukan dosanya karena dengan mengakui dosa-dosa tersebut, Theresia lebih mawas diri dan mempunyai semacam rem untuk tidak mengulangi dosa yang sama.
Suatu ketika Theresia berbuat salah terhadap seseorang sebut saja namanya Tanti. Theresia merasa sangat menyesal, sedih juga takut. Ia sangat berharap Tanti mau memaafkannya. Ia sempat beberapa kali memohon agar dimaafkan, namun Tanti tidak menjawab. Saat-saat itu hati Theresia benar-benar tidak tenang dan diliputi rasa bersalah yang mendalam.
Theresia kian menyadari betapa berharga dan mulianya mengampuni. Karena memberi maaf membebaskan seseorang dari rasa bersalah yang sedemikian menekan. Mengampuni sungguh suatu tindakan mulia.
Theresia melihat kerahiman Allah yang tak terbatas lewat Sakramen Rekonsiliasi. Ini adalah suatu anugerah besar yang tak ternilai yang dapat diterima umat lewat Gereja Katolik. Bapa yang begitu baik selalu terbuka bagi anak-anak-Nya yang datang mohon ampun kepada-Nya. Kalau pengampunan dari manusia saja telah begitu melegakkan, apalagi pengampunan dari Bapa.
Theresia melihat kesempatan mengaku dosa sebagai anugerah berlimpah disediakan Allah bagi umat lewat Gereja.
Sungguh disayangkan jika sebagai umat Katolik kita tidak menerima sakramen yang telah disediakan oleh Gereja. Suatu jaminan akan pendamaian yang membawa kelegaan, memberi kepastian dan menumbuhkan kebajikan-kebajikan. Rahmat melimpah atas orang yang dengan tulus mengakukan dosa-dosanya.
“Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk tidak akan Kau pandang hina ya Allah” (Mzm 51:17).—Kisah Kasih Tuhan, 2015