DI PINTU KEMARAU
Pintu kemarau sudah terkuak
angin bercumbuan di sabana
tempat kaki kecil pernah pahatkan jejak
anak gembala menjaring matahari
merindu senandung di punggung kuda
Angin kemarau berembus kersang
bercumbu pada serumpun pandan pantai
tempat seraut wajah kecil berteduh
memandang derai ombak senja
bersama gemuruh cinta yang menepi
Di ujung senja angin kemarau
membelai rambut perempuan
yang menyusuri padang sabana
memanggul cinta pada alamnya
ia pantang menyerah pada nasib
Angin kemarau menyibak mayang lontar
mencari jejak lelaki penderes
senandung senja menyongsong malam
masih lekat pada seutas kenangan
kisah tanah leluhur tak terhapuskan
Pada angin musim kemarau
seutas kata bertuah leluhur titipkan
untuk menyapa roh kehidupan
sebab di mana jasadnya ditanam
di situ jiwa rindu bertandang
WAJAH KOTAKU
Wajah kotaku menepi di musim ini
ketika virus menjadi pedang
yang siap mentetak nadi kehidupan
Sapa percintaan beragam aksara
tak lagi terdengar akrab
Kotaku kian hari terjepit sunyi
jejak kaki hitam putih
tak lagi terpapar di jalanan
para pencari suaka keindahan
menyepi di negeri leluhurnya
Kotaku kian tertawan
ketakpastian entah sampai kapan
korona mengubur semua impian
satu persatu daun berguguran
terjebak pada nasib harus mengalah
Kotaku masih tetap setia
hanya menutup setengah daun pintu
agar tak seluas cakrawala
sebab ujung galah korona
masih tajam menusuk kehidupan
Kotaku setia memeluk
tubuh-tubuh yang berpeluh
oleh ketakberdayaan hidup
biarkan napas terus berlanjut
sampai tiba di garis batas
Denpasar, 05.05.2021