SUMBA, NTT (7 JUNI 2021)
Kerinduan umat Katolik Stasi Kristus Raja Mamboro, Kabupaten Sumba Tengah, NTT akhirnya terpenuhi. Sabtu 5 Juni 2021, stasi mereka resmi menjadi Pos Pelayanan Pastoral. Seorang imam muda pun ditempatkan di sini. Pada hari itu, ratusan orang lebur dalam tari dan nyanyian kegembiraan. Betapa tidak? Inilah pertama kali ada imam yang menetap di sini setelah 130 Gereja Katolik masuk di Pulau Sumba.
Pater Chen ditetapkan secara resmi melalui perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Pater Agus Malo Bulu CSsR, Vikjen Keuskupan Weetebula, untuk melayani di tempat ini.
Seperti dilaporkan oleh Pater Willy Ng. Pala, CSsR, Pos Pelayanan Mamboro meliputi stasi-stasi dari dua paroki. Stasi Weeluri, Dasa Elu, Kawaru, Wunga dan Mamboro sebelumnya berada di wilayah pelayanan Paroki St. Petrus dan Paulus Waikabubak. Sedangkan Stasi Wini Lota dan Kasarada berada di Wilayah pelayan Paroki Santo Klemens Katikuloku.
Secara pemerintahan, tujuh stasi tersebut berada di wilayah kecamatan Mamboro, Kabupaten Sumba tengah. Situasi ini cukup membingungkan lima stasi di wilayah Waikabubak ketika ada urusan administrasi pemerintahan.
Untuk memudahkan kerjasama antar gereja dan pemerintah dalam hal admisnistrasi, maka berdasarkan SK Uskup Weetebula, sejak 1 maret 2020, kelima stasi tersebut masuk dalam wilyah pelayanan Paroki Katikuloku. Dan sejak saat itu juga Pater Chen berkarya dari Katikuloku menjad pastor dari ketujuh stasi di kecamatan Mamboro tersebut.
Catatan Mgr. Hendrikus Haripranata SJ
Dalam cerita Sejarah Gereja Katolik Sumba tulisan Mgr. Hendrikus Haripranata SJ, secara sekilas disinggung tentang P. Bernard Schweitz dan Bruder William Bush SJ bersama beberapa tukang yang tinggal selama delapan hari di Mamboro.
Peristiwa tersebut terjadi pada bulan april 1889. Hal ini terjadi setelah mereka berangkat dari Nanga Mehi, Waingapu . Para misionaris mendarat di “Pelabuhan” Mamboro. Di sini mereka menanti jemputan Raja Umbu Kondi yang datang dari Bondo Boghil, Laura.
“Jadi sebenarnya mereka tidak tinggal untuk berkarya, tapi hanya untuk lewat saja. Meskipun demikian sejarah telah mencatat bahwa tanah ini pernah dilewati oleh para pionir misionaris Katolik yang gagah berani,” jelas Willy.
Selain itu Mamboro sudah memainkan peran penting dalam sejarah Sumba. Secara pemerintahan pada tahun 1911 Mamboro disebut menjadi tempat pos pengawasan pemerintah Belanda yang pertama di Sumba dengan nama Belanda Posthauder. Dalam arti ini sejak saat itu orang sumba mulai diperkenalkan dengan hukum sipil.
Sekilas tentang Stasi Pusat Mamboro
Menurut cerita, kehadiran Gereja Katolik di wilayah Stasi Mamboro berawal dari penempatan beberapa pegawai beragama Katolik oleh pemerintah pada tahun 1986 di Kecamatan Mamboro. Semua mereka tidak saling kenal. Karena tidak ada Gereja Katolik, mereka pun beribadat di Gereja Kristen Sumba (Protestan). Di situlah pertemuan terjadi. Setelah mereka saling kenal bahwa ada beberapa teman Katolik, mereka memutuskan untuk beribadat sendiri di pendopo rumah pada setiap hari Minggu.
Para pegawai ini kemudian menghubungi Pater Cypri Menti Leyn, CSsR, yang berkarya di Delsos Waikabubak, sekaligus sebagai pastor Kaplan di paroki. Pater Cypri bersedia melayani, dan dalam perjalanan waktu Stasi ini terus bertumbuh. Umat pun mendapat kemurahan hati berupa tanah tempat mendirikan rumah ibadat.
Tanah tempat gereja dan pastoran berada saat ini adalah pemberian Raja Umbu Mangewa. Luas tanah tersebut 2 hektar.
Di Pos Pelayanan ini, fasilitas masih serba darurat. Foto-foto yang menyertai tulisan ini berbicara sendiri. Untuk mendapatkan air bersih misalnya, Pater Chen harus menempuh jarak 2 kilo meter dengan naik turun bukit. Beruntung dia dibekali sebuah sepeda motor oleh kongregasi. Sedangkan masyarakat sekitar yang tidak memiliki kendaraan harus berjalan kaki untuk mendapatkan air bersih.
Saat ini di Stasi Pusat Mamboro terdapat 26 keluarga, sedangkan ratusan KK lain tersebar di beberapa stasi tetangga.
Di pastoran baru, Pater Chen masih tinggal seorang diri. “Baru ada satu tempat tidur. Koster yang hendak tinggal bersamanya belum bisa, karena belum ada tempat tidur. Jadi bapa satu ini sendirian pada malam hari dalam rumah yang terletak di tengah padang, seperti kisah dalam Little House On The Praire,” kata Willy lagi.
“Tuhan tidak akan meninggalkanmu sendirian. Demikian juga kami konfratermu. Maju terus. Jadilah missionaris seperti Santo Bonifasius. Kesiapsediaanmu menempati Pos Pelayanan yang menantang ini menuntut ‘kemartiranmu’ juga. Kami mendukungmu dengan doa. Selamat bermisi, Padre,” kata Pater Willy menyampaikan pesan untuk menguatkan konfraternya itu.
Willy juga mengutip Mazmur 130:7: Copiosa Apud Eum Redemptio (Pada Tuhanlah Kasih Setia dan Penebusan Berlimpah-limpah) yang merupakan semboyan Kongregasi Redemptoris. (EDL)