I. PENYAIR OMBAK
Di atas lembaran pasir putih hitam coklat
jemari penyair alam tak henti menulis kata
menjadi kalimat dan bait puisi
menggubah arti dan makna dalam cerita,
prosa, roman dan novel kehidupan
Gelora gelombang rindu damba abadi
siang malam pergi datang tak henti
di pantai selatan, laut Sawu dan samudera Indonesia
yang ganas menerjang
dan di pantai Utara, Laut Flores yang gemulai membelai
lahirkan generasi sastrawan-sastrawati
dari bumi Flobamora – Tanah NTT tercinta
II PENYAIR GUNUNG DAN PADANG
Kata-kata mantra bergemuruh dari mulut kepundan
gunung api pulau naga – Nusa Nipa
Bait – bait puisi menari
entakkan kaki antara Lakaan dan Mutis
Cerita novel roman menggores warna-warni
di bukit lembah dan padang savana dari Semau,
Sabu Raijua, Nusa Lote, Humba Bumi Marapu,
pulau Kenari Alor Pantar, Lembata rumah paus,
Solor dan Adonara, hingga kepulauan Riung dan Komodo.
Penyair gunung, lembah dan padang Savana
lahirkan generasi seniman dari rahim Flobamora
yang bersahabat dengan duka lara nestapa perjuangan
yang berteman dengan suka ceria bahagia persaudaraan
Pernak pernik kehidupan yang mengembuskan syukur
dalam irama desah nafas
mengalirkan terimakasih
dalam lagu dendang aliran darahnya
III PENYAIR MUSIK
Denting sasando menulis kata-kata dalam jiwa
Alunan seruling menggores kepekaan dalam rasa
Suara tabuh gong gendang menoreh arti makna dalam nalar
Entakan bambu, giring gemerincing,
derap kaki penari serta gemulai tangan
dan kelincahan ekspresi raga
Mancatat sari pati kebijaksanaan
dalam nurani para putra fajar dan putri mentari
yang ditakdirkan sebagai pewaris Flobamora
untuk membawa amanah Ilahi
dan berbagi kepada sesama saudara insani
tentang kasih sayang dan persaudaraan asali
Irama reaitas dan lagu kehidupan
dinyanyikan anak-anak Flobamora
dalam karya sastra dengan naluri cinta
agar peradaban mencatat sejarah
bahwa dari tanah gersang dan bebatuan padas
di tanah Nusa Tenggara Timur:
ada mata air sejuk memercik dari dawai sasando
Ada sungai solidaritas mengalir dari tabuh gong gendang
dan alunan seruling para gembala ternak di padang savana
Ada orkhestra gelora gelombang samudera kemanusiaan
penuh rindu damba untuk berbagi pada pantai jiwa raga sesama
IV. PENYAIR FAJAR
Kami tidak meminta terlahir di Flobamora
sebagai putra fajar dan putri mentari
mewarisi wanginya cendana
dan aroma sakral sesajian di kubur batu
dan bangunan ritual magis para leluhur di kampung adat budaya
Mentari membakar jiwa raga ajarkan kata
Fajar mengasah akal dan rasa goreskan warna-warni pelangi
Cahaya terik menempa raga kami
agar bersahabat dengan gelombang samudera,
pasir pantai, batu karang, padang gersang,
bukit dan lembah, lalu mendaki puncak gunung api
bersendagurau dengan kawah dan lahar belerang
Panas kemarau menjadi guru waktu
merajut suka-duka mengolah rezeki
menenun napas hidup
agar menjadi kain warna-warni
membalut harkat martabat jati diri
Matahari menjadi Bapa Langit
dan Sang Maha Agung sembahan leluhur
dan semua putra-putri di pangkuan Ibu Bumi
Generasi Flobamora menulis karya sastra
dalam halaman cahaya sang surya
sebagai putra fajar dan putri mentari
V. SASTRAWAN – SASTRAWATI AGUNG
Jika alam semesta dan manusia adalah tarian abadi,
maka Sang Pencipta adalah Penarinya
Jika alam semesta adalah musik makna,
maka Sang Pencipta adalah Pemusiknya
Jika alam semesta adalah lukisan cinta,
maka Sang Pencipta adalah Pelukisnya
Jika alam semesta adalah karya sastra
maka Sang Pencipta adalah sastrawan dan sastrawatinya
Karena Sang Pencipta bukan laki dan wanita,
tetapi Pencipta manusia dan jenis kelaminnya
Sang Penyair Agung:
Yang tak tuntas ditulis dalam karya sastra
Yang tak habis diterjemahkan dalam halaman arti
dan makna bahasa nalar dan jiwa manusia
Yang Maha Sempurna dan Maha Misteri
Yang Maha Nyata dan Maha Tak Terjangkau
Yang Maha Indah mempesona sekaligus Maha Dasyat
dan Maha Menggentarkan