Oleh Eleine Magdalena, Penulis buku-buku renungan best seller
TEMPUSDEI.ID (23 JUNI 2021)
Kita sepakat bahwa cinta sejati tidak tergantung perasaan. Perasaan bisa berubah-ubah, namun cinta adalah sebuah keputusan. Suami istri yang telah menikah bukan lagi diatur oleh emosi atau perasaan melainkan oleh komitmen, akal sehat, tanggung jawab, dan tentunya iman.
Cinta kasih yang dimaksud di sini adalah upaya sadar untuk berbuat baik bagi pasangan, anak-anak, dan anggota keluarga yang lain.
Tindakan cinta tidak selamanya didasari perasaan cinta. Justru tindakan cinta yang mengatasi perasaan inilah merupakan cinta yang lebih kuat dan sejati. Sebagaimana yang diceritakan ibu Lita seorang ibu yang telah membangun rumah tangganya selama tujuh belas tahun.
Jatuh bangun membina rumah tangga telah dialaminya. Namun, ia kuat bertahan karena ada Tuhan yang menemaninya. Dalam keadaan terpuruk, kehilangan harapan, Yesus selalu menjadi teman setia. Tak disangkanya bahwa perjalanan tujuh belas tahun menikah dapat dilewatinya.
Jika mengingat awal masuk dalam hidup perkawinan, ibu Lita benar-benar mengalami masa yang berat. Fitnahan, cacian, dan omelan dari keluarga suami hampir selalu diterimanya. Namun, Lita berusaha bertahan demi keutuhan keluarganya.
Keluarga ini telah dikaruniai tiga orang putra dan putri. Si sulung sudah duduk di bangku SMA dan yang terkecil masih di SMP. Pertengkaran antara suami dan anak-anak kerapkali terjadi. Suami mempunyai karakter keras dalam bersikap dan berbicara.
Sudah seringkali terjadi Lita harus mengalami trauma dan kejang pada seluruh tubuhnya jika mendengarkan pertengkaran antara suami dan anak-anaknya. Suami mendidik anak dengan keras. Hal ini tidak disukai Lita. Namun, Lita tidak berdaya mencegah suaminya bersikap keras terhadap ketiga anak mereka.
Banyak sekali ancaman dan hinaan juga diterima Lita. Khususnya ketika suami Lita kedapatan berselingkuh dengan tetangganya. Namun, Lita berusaha sabar dan mencoba memperbaiki keadaan. Ia mengajak suami berbicara dan menanyakan hal apa yang membuatnya mencari wanita lain.
Suami menyampaikan banyak hal yang sebenarnya bagi Lita tidak tepat. Walaupun bagi Lita pernyataan suami terkesan mencari-cari alasan, namun hal ini cukup bagi Lita sebagai modal untuk mengoreksi diri.
Lita berusaha memerhatikan dan melayani suami lebih baik daripada sebelumnya. Lita juga tidak menekan dan mempersalahkan suami terus-menerus. Dengan lugas Lita menyatakan bahwa ia sudah memaafkan suaminya. Sejak itu pula ia tidak lagi mengungkit-ungkit kejadian tersebut.
Butuh proses panjang dan waktu lama untuk membuat hati suaminya berbalik kepadanya. Namun, Lita tidak putus asa. Setiap pagi dan malam ia selalu berdoa bagi suaminya, anak-anak dan rumah tangganya. Pertolongan Tuhan hari demi hari ia dapatkan. Semakin ia rajin berdoa semakin ia merasakan ada damai, ada kekuatan, ada rahmat Tuhan.
Lewat Sabda Tuhan yang dibacanya, Lita seringkali memeroleh ayat yang meneguhkan hatinya untuk tidak takut, tetap bertahan, dan percaya akan pertolongan Tuhan. Sabda Tuhan yang dibacanya inilah yang menuntun langkahnya dan memberi kekuatan. Semakin ia bersandar pada pertolongan Tuhan, semakin ia menemukan kekuatan menghadapi masalahnya.
Dalam doanya yang seringkali penuh air mata, Lita merasakan kasih dan dekapan Tuhan. Baginya doa adalah ungkapan hati yang terdalam kepada Tuhan. Dalam kesesakan dan keterpurukan Tuhan hadir. Dia berbicara sehingga Lita tidak pernah kehilangan harapan. Yesus hadir baginya untuk menolong dan membimbingnya.
Saat ini kerinduan Lita yang terbesar adalah membawa suaminya lebih dekat kepada Tuhan, membesarkan ketiga anaknya dan melayani Tuhan. Ia rindu membagikan pengalaman kasih Tuhan yang diperolehnya dalam perjalanan hidupnya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Karena tanpa pertolongan Tuhan, mustahil ia dapat melewati semua masalah dalam keluarga dengan lapang dada.
Hingga saat ini pun Lita masih berjuang demi keutuhan keluarganya. Namun, ia percaya tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Segala penderitaan ini layak ia tanggung demi cinta pada keluarganya dan Tuhan. Segala sakit hati ia persembahkan demi kebaikan suami.
Karena cinta Tuhan, Lita mampu bertahan. Demi cinta pada Tuhan dan keluarga ia melayani suami dan anak-anaknya. Cinta bukanlah sesuatu yang manis saja, namun juga hal pahit. Inilah cinta yang sesungguhnya ketika kita berjuang dalam sepi, dalam gelap demi orang-orang yang kita cintai dalam keluarga. (Kisah Kasih Tuhan)