Wed. Oct 30th, 2024
Romo John Kota Sando, Pr

 

Oleh Romo John Kota Sando, Pr

TEMPUSDEI.ID (18 JULI 2021)

Barangkali ungkapan ini terlalu puitis dan filosofis, tetapi baik juga untuk dicerna dan dianggap penting: “Keheningan adalah muara dari pikiran. Tempat segala rasa harus menjadi netral. Segala siklus akan kembali pada titik awal. Segala pencarian akan terwujud dalam hening. Karena saat itu tak ada sebab dan akibat lagi. Yang terjadi adalah kepasrahan pada yang mutlak” (Hadi Susanto, dalam tulisannya tentang Filsafat Keheningan – Kompasiana).

Pada intinya ungkapan tersebut berbicara tentang betapa perlunya kita sesering mungkin mengambil waktu hening, untuk mengembalikan energi tubuh dan pikiran yang tergerus oleh kesibukan harian, barangkali juga oleh berbagai persoalan yang menindih kehidupan kita.

Keheningan itu anugerah istimewa dari Tuhan. Dengan keheningan kita mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan Tuhan dari hati ke hati. Dengan keheningan pula kita akan banyak berbicara dengan diri kita sendiri guna mendapatkan energi dan semangat baru untuk meraih mimpi masa depan yang penuh perjuangan itu.

Dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan bahwa para murid Yesus yang baru saja kembali dari kegiatan mereka menunaikan tugas perutusan mewartakan Injil, diajak oleh Yesus ke tempat yang sunyi: “Marilah kita pergi ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah sejenak!” (Mrk.6:31). Walaupun ajakan itu tidak jadi dilaksanakan karena banyaknya orang yang mengikuti mereka, namun ajakan itu sendiri memiliki pesan yang mendalam berkaitan dengan kehidupan rohani dan jasmani, baik bagi Yesus sendiri maupun bagi para muridNya, dan tentu bagi kita semua saat ini.

Di tempat yang sunyi setiap orang dapat menemukan keheningan, tidak saja keheningan alam tetapi juga keheningan batin. Melalui keheningan di tempat sunyi itu Yesus dapat berbicara secara langsung dengan Bapa-Nya tentang apa yang sudah dan akan Ia lakukan dalam melaksanakan misi penyelamatan-Nya di dunia ini. Bagi para murid keheningan itu menjadi spirit yang mendorong mereka untuk semakin meneguhkan komitmen mereka untuk tetap setia mengikuti dan berada bersama Yesus.

Dan bagi kita saat ini keheningan itu dapat membuat tubuh dan jiwa kita menjadi lebih segar dan sehat. Seringkali kita mudah jatuh sakit, stress dan sulit mengendalikan amarah karena kita terlalu tenggelam di dalam kesibukan dan rutinitas, sampai-sampai kita tidak mempunyai waktu hening bersama Tuhan; tidak mempunyai waktu untuk keluarga dan mengabaikan  kesehatan sendiri.

Kita tidak menyediakan waktu untuk hening bersama Tuhan, sehingga sekalipun kita nampak beriman, tetapi kita tidak bahagia. Seringkali kita juga tidak mempunyai waktu untuk berintrospeksi diri dalam hening, sehingga kita menjadi orang yang tidak pernah bahagia dengan hidup dan diri kita sendiri serta selalu berpikiran negatif (negative thinking).

Bacaan pertama dan bacaan injil hari ini juga berbicara tentang “Gembala” dan sifat-sifat-Nya. Maka bagi para gembala umat,  keheningan itu menjadi sesuatu yang penting dalam menjalankan tugas kegembalaan untuk dapat mengolah diri, hati, emosi,  panggilan dan misi pelayanan serta meningkatkan semangat hidup rohani dan cinta pada Yesus.

Dengan demikian para gembala umat menjadi sungguh gembala yang baik: yang ramah, tidak pemarah, tidak otoriter, tidak menang sendiri dan tidak mengukur umat dengan uang. Dan di masa Covid-19 ini, jadikanlah isolasi mandiri sebagai kesempatan untuk menjalani keheningan bersama Tuhan. Dalam keheningan dan dalam doa yang kusuk kita akan merasakan aliran Darah Kristus yang menyembuhkan kita, sebagaimana dikatakan oleh

Rasul Paulus dalam bacaan kedua, “Di dalam Kristus Yesus kamu yang dahulu ‘jauh’ sekarang sudah menjadi ‘dekat’ oleh Darah Kristus” (Ef.2:13). Maka marilah kita menghargai keheningan. Karena keheningan itu adalah doa, penemuan diri, energi kehidupan, ketulusan pelayanan, kesejukan jiwa, kesehatan tubuh dan sukses masa depan kita.

Salve dan Berkat Tuhan.

Merauke, 18 Juli 2021.

Related Post

Leave a Reply