Eleine Magdalena, Penulis buku best seller “Menjadi Kekasih Tuhan dan Kekasih Suami”
TEMPUSDEI.ID (3 AGUSTUS 2021)
“Ini adalah suatu anugerah yang tak ternilai harganya. Melalui salib Kristus kami diselamatkan.”
Kami dikaruniai dua orang putra. Mereka berdua dibaptis sebelum berusia 3 bulan. Mengenal dan mengikuti Kristus adalah anugerah terbesar dalam hidup kami. Oleh sebab itu, kami ingin anak-anak juga menerima rahmat keselamatan sejak dini. Untuk anugerah yang sedemikian berharga ini pantaskah kalau kita menunda membagikannya pada orang-orang yang kita sayangi? Khususnya pada anak-anak yang hidupnya telah dipercayakan kepada kita?
Saya dibaptis pada usia 14 tahun setelah mengikuti katekese atau pelajaran agama hampir dua tahun. Sebenarnya, pada usia 6 tahun saya sudah mulai mengikuti katekese di Katedral Makassar. Setiap hari Sabtu sore saya naik becak bersama seorang teman yang rumahnya berdekatan menuju ke Katedral. Saya senang belajar agama Katolik, menghafalkan doa-doa: Aku Percaya, Bapa Kami, Salam Maria, Sepuluh Perintah Allah dan doa-doa lainnya.
Setiap Minggu, kakak mengajak saya ke gereja. Sejak saat itu saya sudah sangat ingin menerima Komuni seperti orang-orang yang saya lihat di gereja. Sering saya bermain peran sebagai pastor yang membagi Hosti sekaligus juga menjadi umat yang menerima Hosti dengan memakai manisan bulat mirip Hosti. Saya membayangkan manisan itu sebagai Hosti. Saya ingin sekali menyambut Komuni ketika Misa, namun tentu saja tidak boleh karena saya belum dibaptis.
Enam bulan setelah mengikuti katekese di Makassar, orangtua pindah ke Jakarta. Di Jakarta atas inisiatif sendiri akhirnya saya menemukan tempat mengikuti katekese di Rumah Sakit St. Carolus. Setiap kali akan berangkat dan pulang mengikuti katekese saya merasa takut. Seorang diri, saat itu usia saya 10 tahun, harus berjalan kaki melewati rumah kosong yang kata orang banyak hantunya. Dalam perjalanan dari tempat turun angkutan umum ke tempat katekese, saya sering ketakutan dan berlari kencang saat berpapasan dengan orang gila di trotoar jalan Salemba Raya menuju Rumah Sakit St. Carolus tempat katekese. Namun, saya sangat rindu untuk dibaptis. Saat takut, saya membayangkan sedang berlari kencang datang pada Yesus.
Alangkah kecewanya ketika baru 10 bulan mengikuti katekese di Jakarta, kami sekeluarga harus pindah ke Surabaya. Lagi-lagi saya batal dibaptis.
Sepindahnya kami di Surabaya saya mencari-cari informasi lagi di mana saya dapat melanjutkan katekese. Akhirnya saya mendapat informasi dan mulai melanjutkan katekese di Katedral Surabaya. Saya perlu mengikuti katekese selama kurang lebih empat bulan sebelum akhirnya dibaptis.
Inilah saat yang amat saya dambakan. Dibaptis dan menerima Komuni. Ini adalah kerinduan yang sudah tersimpan lebih dari delapan tahun. Hati saya sangat terharu dan merasa gembira luar biasa saat tiba hari pembaptisan. Air baptis yang dialirkan di dahi menyatu dengan air mata. Saya merasa sangat bersyukur, bahagia, dan terharu. Akhirnya saya menjadi anak-Nya, diterima sebagai anggota gereja sepenuhnya. Hal itu terlintas di benak saya sesaat setelah dibaptis. Wow, benar-benar menakjubkan.
Hari-hari Minggu selanjutnya saya mengikuti perayaan Ekaristi dengan syukur sepenuhnya atas Hosti Kudus yang saya terima. Menerima Yesus dalam rupa Roti benar-benar suatu kesem-patan istimewa yang tak tergantikan oleh apa pun juga. Sejak dibaptis saya rindu untuk terlibat lebih banyak lagi dalam kegiatan di gereja. Sejak itu, saya dapat terlibat penuh dalam kehidupan dan aktivitas gereja. Ungkapan hati yang rindu untuk bersatu dengan Kristus dapat juga diwujudkan dalam kebersamaan dengan sesama di paroki.
Sekarang, setelah menjadi seorang ibu, saya tidak hendak anak-anak saya mengalami masa-masa sulit seperti dulu saya alami. Untuk dapat dibaptis, saya perlu berjuang dan menunggu selama delapan tahun. Saya tidak perlu membuat anak-anak mencari sendiri jalan mereka karena saya tahu jalannya. Saya tahu apa yang mereka dapatkan dengan dibaptis sejak kecil. Mereka dimeteraikan dan menjadi anggota Kerajaan Allah, menjadi anak-anak-Nya, ahli waris Allah lewat pembaptisan.
Tak Tergantikan
Tidak ada satu pun di dunia yang dapat mengganti-kan harta terindah, yaitu menjadi anak-anak Allah. Saya tidak mau iblis merebut mereka dari tangan Tuhan karena kelalaian saya sebagai orangtua dengan tidak menyerahkan anak saya menjadi milik-Nya segera setelah mereka dilahirkan. Mereka adalah milik Kristus dan lewat pembaptisan saya menyerahkan keselamatan jiwa mereka ke dalam tangan Tuhan.
Sungguh lega hati saya sebagai orangtua mengetahui bahwa Gereja telah menyediakan jalan bagi anak-anak untuk memperoleh keselamatan dan menerima jaminan hidup abadi lewat pembaptisan sejak usia yang paling dini.
Ini adalah suatu anugerah yang tak ternilai harganya. Melalui salib Kristus kami diselamatkan. Setiap anak mempunyai hak menerima hidup kekal melalui bimbingan orangtua. Mereka perlu mengenal Kristus makin mendalam, satu-satunya Penebus dan Penyelamat.
Serahkan Anak-anak Tiap hari
Setiap hari saya menyerahkan anak-anak ke dalam perlindungan Tuhan dan Bunda Maria agar mereka semakin berkembang dalam pengenalan akan Kristus, bertumbuh dalam iman, harapan, dan kasih. Satu hal yang saya minta kepada Tuhan setiap hari yaitu agar anak-anak kami menjadi anak-anak yang mengenal dan mengikuti kehendak-Nya, mencintai-Nya lebih daripada siapa pun dan apa pun di dunia ini. Biarlah segala rencana-Nya tergenapi dalam kehidupan anak-anak kami, memuliakan nama-Nya seumur hidup mereka di dunia.
Adalah tugas dan panggilan yang mendesak bagi setiap orangtua untuk membawa anak-Nya pada jaminan hidup kekal, pada Kristus Sang Penyelamat lewat pembaptisan sejak usia dini.
Tidak ada alasan untuk menunda membawa anak-anak kita kepada Kristus. Inilah salah satu tugas utama kita sebagai orangtua yaitu membawa anak-anak kepada Kristus, berdoa bagi anak-anak agar rahmat baptis berkembang dan menimbulkan kerinduan untuk makin bersatu dengan Kristus lewat apa pun yang mereka lakukan dalam hidup sehari-hari. Inilah harta terindah yang dapat kita berikan kepada anak-anak. (Kisah Kasih Tuhan)