Sun. Nov 24th, 2024

Antara Busana Adat Presiden dan Hak Masyarakat Adat

Presiden Joko Widodo mengenakan busana adat Baduy saat menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). . AKURAT.CO/Sopian

Simply da Flores, Direktur YA-HARMONI, Anak Masyarakat Adat, Pulau Naga – NTT

Simply da Flores

Sungguh mengagumkan dan patut diapresiasi, bahwa Presiden Jokowi sudah berkali-kali mengenakan busana adat budaya bangsa Indonesia dari berbagai komunitas adat, pada beberapa acara kenegaraan. Misalnya saat apel bendera peringatan HUT Proklamasi di Istana Negara, juga saat berpidato di sidang MPR tanggal 16 Agustus 2021.

Ini sebuah bentuk pengakuan, kepedulian dan penghargaan Presiden terhadap khasanah adat budaya bangsa Indonesia.

Namun, ada harapan lebih dari komunitas Masyarakat Adat, yang adalah sebagian besar dari rakyat Indonesia. Keberadaan masyarakat adat adalah lebih dari sekadar busana adatnya yang beraneka ragam di seluruh negeri kita Indonesia tercinta.

Masyarakat Adat adalah pendiri dan pemilik NKRI, diberkahi Sang Pencipta untuk lahir dan berada di negeri tercinta ini. Negeri penuh makna sakral dan kaya alamnya serta beraneka misteri. Negeri dan bangsa pilihan Allah.

 Fondasi Bangunan Bangsa Indonesia dan NKRI

Dari Sabang sampai Merauke, dari Mianggas hingga Rote, wilayah NKRI yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau besar kecil, hiduplah beraneka suku bangsa dalam komunitas adat budaya. Anggota komunitas adat budaya itulah yang menjadi fondasi dan rahim lahirnya  bangsa Indonesia. Komunitas adat budaya, dengan anggota dan pemangku adatnya, hukum adatnya, spiritualitasnya, wilayah adatnya, khasanah kearifan adat budayanya, adalah kenyataan yang tidak hilang dan terhapus, karena lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Inilah rakyat pemilik kedaulatan yang melahirkan NKRI dan pemilik negeri ini. Oleh karena itu, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 45 dan semboyan di cengkraman lambang negara Garuda Pancasila: Bhineka Tunggal Ika,  maka eksistensi masyarakat adat di negeri ini harus diakui, dijaga, dijamin hak hidupnya dan kepemilikan akan sumber daya alam di komunitasnya, dalam seluruh proses kebijakan dan pelaksanaan Pembangunan Nasional NKRI.

Adakah Undang-undang yang menjamin kelangsungan hidup masyarakat adat, tempat sakral adat budaya, kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam, juga hak mendapat distribusi manfaat dari kekayaan alam yang dikelola negara? Seberapa besar partisipasi, akses dan kontrol Masyarakat Adat akan eksploitasi sumber daya alam di wilayah masyarakat adat, atas nama Pembangunan Nasional oleh Negara dan para pemodal?

Cerita panjang peminggiran dan penggusuran komunitas adat di berbagai daerah di tanah air ini, sudah dan sedang terjadi dengan kondisi duka lara bagi pihak komunitas Adat.

Sudah banyak kasus terjadi menimpa Masyarakat Adat, ada banyak organisasi sosial berjuang membela hak masyarakat adat, termasuk AMAN, namun belum banyak berubah cara pandang dan keberpihakan negara kepada Masyarakat Adat.

Dari organisasi internasional, PBB, ada juga kovenan hak masyarakat adat (eksistensi komunitas adat, hak ekonomi – sosial – budaya: Ecosoc Rights of Indigenious People), yang diratifikasi oleh negara kita. Namun pelaksanaan dalam perundangan nasional dan aturan turunannya belum nyata dilakukan. Termasuk nasib RUU Hak Masyarakat Adat, yang belum jelas sampai sekarang.

Inilah damba masyarakat adat, yang diharapkan segera lahir, ketika bangga melihat Presiden Jokowi memakai aneka busana adat budaya bangsa selama ini.

Kasus tanah adat di berbagai wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; adalah derita panjang Masyarakat Adat beejadapan dengan para pemodal yang mendapat izin eksploitasi dari negara, atas nama Pembangunan Nasional. Masyarakat Adat sampai pada pertanyaan:  “kami ini rakyat Indonesia bukan? Pembangunan Nasional untuk rakyat yang mana, dan Pemerintah NKRI untuk rakyat Indonesia – terutama masyarakat Adat, atau hanya untuk para pengusaha dan pemodal?”

 Makna Busana Adat bagi Pemiliknya

Sebagai anak adat, ada dua hal pokok sehubungan dengan makna busana adat.

Pertama, soal makna spiritual dan sosial. Busana adat memiliki makna sakral bagi pemakainya, dan komunitas adatnya. Busana menunjuk identitas diri, asal usul, peran sosial budaya, sekaligus penghormatan terhadap Sang Pencipta, leluhur, penjaga alam dan segenap masyarakat dalam komunitas adat serta komunitas sekitarnya.

Kedua, karena makna sakral dan identitas diri itulah, maka busana adat budaya dipakai tidak setiap hari, ada aturan pemakaiannya sesuai keperluan dalam komunitas. Ada perbedaan busana pada saat ritual, saat kematian dan pesta, juga sehubungan dengan pangkat suku dalam komunitas adat masing-masing.

Ketika busana Adat satu komunitas dipakai oleh Presiden Jokowi, diharapkan para pengatur busana juga menjelaskan makna sakral dan identitas dari busana adat tersebut. Dan harapan yang paling utama kepada Presiden adalah pengakuan, keberpihakan dan penghormatan atas harkat martabat dan hak atas sumber daya alam dari segenap Masyarakat Adat di seluruh negeri ini.

Jadi, pemakaian busana adat oleh Presiden, bukan sebatas asesoris dan seremonial, atau hanya gaya pencitraan politik di depan media massa. Jangan sampai, pemakaian busana adat oleh Presiden,  justru menjadi ironi dan pelecehan bagi harkat dan keberadaan Masyarakat Adat di dalam kebijakan pemerintah  Negara Indonesia ini.

 Harapan Baru Masyarakat Adat

Dengan kondisi pandemi ini, ketika semua kembali ke rumah dan introspeksi diri, kiranya sebagai bangsa dan negara pun perlu kembali menyadari, peduli dan serius berpihak kepada keberadaan Masyarakat Adat dalam kelahiran dan roda kehadiran NKRI, yang sudah berumur 76 tahun.

Undang-undang tentang hak Masyarakat Adat, diharapkan segera dibahas dan ditetapkan, agar menjamin pengakuan dan perlindungan bagi Masyarakat Adat. Khusus tentang posisi masyarakat adat sebagai asal bangsa negara Indonesia, dan sekaligus hak-haknya atas kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam di komunitasnya masing-masing, sesuai hukum Adat.

Semoga, dengan perayaan HUT NKRI ke-76, dengan busana adat Baduy yang dikenakan Presiden Jokowi, ketika berpidato dalam sidang paripurna MPR, maka mulailah “angin perubahan dan angin segar” bagi Masyarakat Adat, di dalam gerak langkah penyelenggaran  Negara Republik Indonesia tercinta.

Masyarakat Adat dan segenap rakyat Indonesia akan dibangun jiwanya, martabatnya, dihormati harkat jati dirinya, dibangun kesejahteraan badannya, serta dikelola sumber daya alam miliknya dengan bijaksana, adil, bertanggungjawab dan berkelanjutan.

Hidup Masyarakat Adat!

Dirgahayu NKRI!

Jayalah Indonesia!

Related Post

Leave a Reply