SENJA PULANG MERANA
Di pantai ini sepi lengang
senja sedang melangkah pulang
suara azan syahdu berkumandang
Aku melintas di pasir pantai, melangkahi hamparan sampah terbuang
Dikembalikan ombak gelombang
Nelayan tak ada yang lalu lalang
Sakit derita air mata duka lara terhampar
Semua pasrah seperti pasir pantai pada ombak
Samudera menampung dan mendengar semuanya
Air mata langit mengguyur
Ombak pilu berdebar
Mentari diam tak bersinar
Selubungi wajahnya dengan awan ketakutan dan lapar dahaga duka lara
Senja melangkah pulang tanpa pesona
Senja pergi dengan beban derita lara
Senja berjalan gontai menyeret duka lara derita ketakutan insani
Perlahan tenggelam dihalau pekat awal malam ini
Tersisa harapan ada sinar bulan datang dan bintang menghampiri keresahan panjang
Dan
Semoga esok mentari akan terbit membawa jawaban sukacita
HUJAN TANPA MENDUNG
Debu hiruk pikuk berlari sambil menyeret gersang
Panas berkelahi menghadang air
Sang mentari
terus pancarkan cahaya terik
menyaksikan guyuran hujan siang kemarau
tanpa ada mendung pendahulu
Anak-anak mandi gembira
berlari menjemput air langit
Bocah-bocah bersuka ria
sorak-sorai diguyur hujan
Tidak peduli larangan
orangtua yang teriak panik
karena hujan disertai guntur petir menyalak
di musim kemarau kering dibakar terik
Cuaca alam sedang berubah
ada agin selatan sekonyong
datang membawa berkah
dan aneka tanda tanya
Alam semesta
sedang menata musim baru
dan tanggapi semuanya
ulah tingkah hawa nafsu
perilaku kita manusia
yang silau dan galau
tebarkan segala sampah, polusi, limbah beracun, membabat hutan – membakar lahan,
korek koyak perut bumi
dan sobek tirai langit
Hujan kemarau tanpa mendung
berkah sukacita
bagi anak dan bocah
kepanikan dan tanda tanya
bagi orang tua dan muda
Rupanya ini pertanda
pesan amarah jagat semesta
untuk gaya kehidupan manusia
yang lupa berterima kasih pada Ibu Bumi, Bapa Langit dan saudara-saudari alam
yang jarang bersyukur pada Sang Pencipta