Sun. Sep 8th, 2024

Yustinus Prastowo dan Henry Stephen Sabari Kandidat Ketua Ikatan Alumni STF Driyarkara

Yustinus Pratowo dan Henry Sabari (ist)

Membumikan Filsafat

Bagi Yustinus, pemilihan Ketua IKAD merupakan kontestasi mencari orang yang mau dan mampu bekerja kolektif, membangun komunikasi yang baik, lincah bergerak ke sana ke mari untuk sekadar menyapa, mengajak, dan mendaratkan semua aspirasi – yang mungkin saja tampak muluk dan utopis – dalam rencana aksi yang konkret. Selain itu, mengkombinasikan kecakapan manajerial, kemampuan mengelola jaringan, dan kesanggupan bekerja sosial dengan stamina tinggi.

“Mari ambil bagian dalam gerakan ini, membumikan filsafat, mencerahi budi, mengasah nurani, dan menggerakkan aksi bagi kebaikan bersama. Sekali lagi ini bukan tentang saya atau buat saya. Ini adalah undangan untuk bergerak bersama. Saya hanya menawarkan diri, menjadi abdi bagi niat dan kesempatan baik ini,” katanya lagi.

Henry Stephen Sabari

Pemikiran Driyarkara Relevan

Sementara itu Hendry Stephen Sadari mengatakan, terpanggil ikut serta dalam kontestasi ini karena melihat relevansi pemikiran sang pendiri Driyarkara untuk bangsa ini. Dan pemikiran itu perlu dibumikan di Nusantara ini.

“Gagasan Driyarkara soal manusia adalah tuan bagi dirinya dan pelayan bagi sesamanya tetap kami lihat sangat relevan di zaman ini,” kata Henry.

“Saya jadi berpikir tentang apa yang bisa kita lakukan di lingkungan terdekat, khususnya almamater berkaitan dengan kita sebagai anak-anak ideologis beliau. Terlebih, menjaga marwah pemikiran Driyarkara adalah sebuah keniscayaan bagi anak-anak muda yang dibesarkan melalui ajaran pemikiran dan nilai-nilai filsafat di kampus Jembatan Serong,” jelas pria yang juga aktif mendampingi anak-anak usia 4-8 tahun di sekitar rumahnya untuk melajar musik dan melakukan aneka aktifitas kreatif lainnya ini.

“Intinya, menjadi pelayan sesama dan bukan menjadikan sesama sebagai pelayan diri. Nama besar Driyarkara haruslah dijaga dan diwujudkan cita-citanya terhadap filsafat Nusantara yang kontekstual,” tambahnya lagi.

Bagi Henry, masuk dalam kontestasi ini merupakan langkah awal untuk bersama membuat alumni bisa bersatu dan bangga terhadap kampusnya. “Oleh sebab itu, saya berupaya untuk bisa menjalin kontak tidak saja kepada para alumni yang masih aktif tetapi juga menelusuri dan memperkenalkan diri kepada angkatan-angkatan atas seperti 1980-an dan 1990-an,” janjinya.

Henry mengaku paham bahwa ada pihak-pihak yang terkejut atau merasa terganggu dengan pencalonan dirinya. “Siapakah saya? Mungkin orang hanya melihat sisi eksentrik, seniman dan suka melucu. Tapi janganlah lupa bahwa kesuksesan pendidikan di STF Driyarkara bukan membuat orang mampu menghafal teori filsafat, tapi justru menjadikan saya beserta kawan-kawan seperguruan lainnya paham bagaimana membuat konsep, mengorganisasi dan menjaga integritas, serta terpenting meyakini bahwa setiap hal yang dilakukan secara kolektif atau bersama adalah terbaik dibandingkan kepentingan pribadi atau sekelompok orang saja,” jelasnya.

Baginya, sebagai alumnus yang menyelesaikan S1 dan S2 di Sekolah Tinggi filsafat, menjaga sikap kritis dan logis terhadap kekuasaan adalah sebuah “panggilan rohani” untuk sesama kawan almamater.

Dengan demikian menurutnya, kontestasi pemilihan ketua IKAD STF Driyarkara menjadi penting bukan untuk dirinya pribadi, melainkan penting bagi seluruh alumni yang sangat beragam dan ada dimana-mana. “Bagaimana ikatan keluarga alumni harus dapat mengumpulkan, melihat permasalahan dan memberikan solusi awal terhadap anggotanya, bagaimana ikatan keluarga alumni harus dijaga dari kepentingan dan kendaraan politik praktis, bagaimana ikatan keluarga alumni dapat membawa nama besar Driyarkara ke kancah pemikiran nasional, bagaimana ikatan keluarga alumni dapat berdiri kokoh dengan kelengkapan organisasi dan administrasi yang baik, itulah mimpi-mimpi yang harus diwujudkan,” pungkas Henry. (tD)

Related Post

Leave a Reply