Pater Kimy Ndelo, CSsR, Provinsial Redemptoris
TEMPUSDEI.ID (19 SEPTEMBER 2021)
“Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.” (Markus 9:37).
Dalam bahasa Aramaic, yang biasa dipakai oleh Yesus, kata Tayla berarti anak kecil, tetapi bisa juga berarti hamba. Kata Pais dalam bahasa Yunani juga bisa berarti anak kecil atau hamba.
Kesamaan arti anak kecil dan hamba membawa makna tersendiri dalam pesan Yesus melalui Injil hari ini. Jika seorang ingin menjadi besar, dia harus menjadi pelayan. Jika seseorang menyambut seorang anak dalam nama Yesus maka dia menyambut Yesus sendiri.
Hamba dan Anak Kecil adalah status yang seringkali tidak diperhitungkan dalam masyarakat masa itu. Kadang kehadiran mereka disepelekan. Mereka dianggap ada ketika mereka dibutuhkan. Mereka adalah pelengkap semata. Mereka tidak mempunyai peran yang berarti.
Permintaan Yesus untuk menghargai mereka memiliki nilai penting dalam tatanan masyarakat yang baru. Yesus hendak membangun sebuah keluarga masyarakat baru, Keluarga Allah, dengan nilai-nilai penghargaan terhadap setiap pribadi, seperti apa pun dia.
Penerimaan bahkan pelayanan terhadap mereka merupakan kriteria penerimaan terhadap Yesus. Dia mengidentifikasikan diri dengan mereka. Yesus menempatkan diri pada status yang sama dengan mereka.
Ketika ditanya apakah yang menjadi hal paling mendasar dalam agama dan kedisiplinan murid-murid Kristus, Santo Agustinus menjawab: “Yang pertama adalah kerendahan hati; yang kedua adalah kerendahan hati; yang ketiga adalah kerendahan hati.
Cara mencapai kebesaran pribadi sekaligus menunjukkan identitas sejati adalah dengan kerendahan hati. Hanya dengan kerendahan hati seseorang mampu melayani secara tulus.
Seseorang tidak bisa menyebut dirinya Kristen jika dia belum melayani orang-orang kecil. Seseorang tidak bisa mengklaim sudah berbuat sesuatu untuk Tuhan jika dia belum merendahkan diri di hadapan sesama.
Indira Gandhi, Perdana Menteri India pada tahun 70-an, ketika memberikan penghargaan kepada Bunda Teresa mengatakan: “Saya merasa diri kerdil ketika berdiri di hadapan wanita yang kudus dan hebat ini yang secara heroik menunjukkan kepada dunia bagaimana mempraktikkan cinta kristiani dalam pelayanan yang penuh pengorbanan dan kerendahan hati.”
Jalan menuju kebesaran dalam perspektif kristiani adalah ini: Pertama, menjadikan diri selalu yang terakhir. Kedua, menjadi pelayan untuk semua orang. Ketiga, menerima mereka yang paling tak berarti. Keempat, tak mengharapkan balasan.
Salam dari Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba, NTT