Emanuel Dapa Loka, Wartawan Tempusdei.id
TEMPUSDEI.ID (12 OKTOBER 2021)-Titus Maccius Plautus atau Plautus, seorang penulis naskah drama Romawi pada zaman Latin Kuno, terkenal dengan ungkapan Nomen est omen. Adagium klasik ini berarti “nama adalah tanda” atau the name is a sign, the name speaks for itself.
Ungkapan tersebut membawa pesan bahwa dalam sebuah nama termuat makna mendalam yang bisa menjelaskan siapa orang yang memakai sebuah nama itu, “nama berbicara atau menjelaskan dirinya”. Atau, diharapkan semangat alias roh yang terkandung dalam sebuah nama meresap ke dalam diri penyandang nama itu.
Karenanya, tidak ada orang yang menamai anaknya secara sembarangan. Tidak ada orang tua yang menyematkan nama “tikus” yang sudah terlanjur menjadi simbol sikap koruptif atau “babi”sebagai simbol kerakusan, atau yang lainnya.
Susanti Ndapataka
Bagaimana dengan nama Susanti Ndapataka, nama dari atlet Muathay, peraih Medali Emas PON Papua untuk Kontingen NTT? Kita mulai dengan nama depannya: Susanti. Su dan Santi berasal dari bahasa Sanskerta. Su berarti sangat, unggul dan terbaik. Sedangkan Santi berarti ketenangan, kedamaian, kebahagiaan. Dengan demikian, Susanti mengandung makna “Wanita unggul yang mengindahkan kedamaian dan keriangan”.
Sebuah literatur lain menjelaskan, Susanti melambangkan pesona dan karisma. Maka, seseorang yang menyandang nama Susanti adalah seorang yang perasa, pemimpi, tulus, semangat, dan mudah jatuh cinta.
Lantas bagaimana dengan nama Ndapataka? Ayah Susanti Maskur Ndapataka berasal dari Sumba Barat Daya, NTT, sub etnis Wewewa atau Waijewa. Dia merantau ke daratan Timor sejak kecil untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Di Pulau Sumba atau yang acap disebut “Pulau Sandelwood”—karena di sana hidup banyak Kuda Sandelwood—terdapat banyak bahasa daerah atau dialek untuk setiap sub etnis. Sebut saja dialek yang cukup menonjol dialek Kambera di Sumba Timur, Dialek Anakalang di Sumba Tengah, Dialek Loli dan Laboya di Sumba Barat, lalu Dialek Waijewa dan Dialek Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Di antara sub-sub etnis tersebut, banyak kosa kata atau dialek yang mirip, bahkan sama. Namun tidak sedikit juga yang artinya sangat berbeda. Perbedaan yang semacam ini “memaksa” masyarakat—di kampung-kampung sekalipun untuk tahu bahasa Indonesia—walau hanya yang praktis, misalnya untuk urusan jual beli di pasar.
Kembali ke nama Ndapataka. Jika diterjemahkan, ndapataka berarti “tidak bisa dilarang” atau “sulit dikendalikan”. Dalam terjemahan lain dan lebih positif, ndapataka berarti berkemauan keras. Apa pun dimaui harus terjadi, bagaimanapun caranya.
Dengan demikian, jika Susanti dan Ndapataka digandeng, maka lahirlah arti yang benar-benar menemukan maknanya dalam diri Susanti Ndapataka: “Wanita unggul, periang, rajin nan sabar yang berkemauan keras”.
Dalam spirit nama tersebut, putri bungsu dari Maskur Ndapataka dan Fatimah Kopong ini telah memberi bukti jelas dan terang benderang.
Menundukkan Kemiskinan
Dengan tekad dan kemauan keras, Susan berjuang tanpa kenal menyerah disertai keriangan di tengah belitan kesulitan ekonomi, yang bagi banyak orang sudah sangat bisa menjadi alasan untuk menyerah atau berpasrah pada nasib atau berharap “Nanti Tuhan Tolong” (NTT).
Kesulitan demi kesulitan benar-benar tidak mampu menundukkan Susan. Dia berjuang keras, sekeras-kerasnya untuk menundukkan kemiskinan keparat itu. Perjuangan hidup ayahnya sebagai seorang gembala dan petani lahan kering menjadi motivasi sangat berarti baginya.
Dengan jiwa besar nan optimistis, Susan selalu melihat bahwa akan ada jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapinya. Dia sepertinya sepenuhnya yakin, sebagaimana waktu bisa menjadi obat penawar kesedihan dan duka lara, waktu yang sama akan mengurai belitan erat kesulitannya. Dan memang terbukti, tanpa dia sadari semua kesulitan dapat ia lewati satu per satu dengan baik walau tetap disertai kerja amat keras dan dengan cara-cara tak terduga. Di dalam itu semua, dia menyebut nama sang ayah dan pelatihnya Angga Silitonga.
Ketika orang lain menuntut tingkat gizi yang baik dan fasilitas yang memadai untuk berlatih keras, dia cukup dengan asupan makanan dan peralatan seadanya. Tidur pun di rumah beratap ilalang, berdinding pelepah lontar dan berlantai tanah.
Disaksikan dan ditemani aneka keterbatasan, untuk tidak menyebut ketiadaan, dia tetap berlatih keras setiap hari. Dia juga harus lari pagi dan sore di tengah sergapan suhu Kota Kupang yang panasnya tak bersahabat itu.
Dalam berlatih, dia hanya mengandalkan sarung tangan bekas yang berkali-kali sudah ingin dia buang. Selain itu dia hanya memiliki sansak berisi pasir dan karet ban mobil yang dia pantek pada pohon di depan rumah untuk melatih pukulan dan tendangannya.
Melihat hasil yang Susan peroleh hari ini, benarlah bahwa semangat atau spirit nama yang ia sandang telah meresap dalam diri, perjuangan dan tekadnya menjadi atlet profesional. Ya, dialah Susanti Ndapataka, wanita unggul nan periang, rajin nan sabar yang berkemauan keras.
Bagaimana dengan Anda dan saya yang tentu juga memiliki nama indah berikut arti dan makna yang mulia?*
Sukses selalu, Susanti Ndapataka
semoga hidupmu penuh berkat Allah