Fri. Nov 22nd, 2024

Puisi-puisi Pendeta Weinata Sairin tentang Hujan, Korupsi dan Korona

Pdt. Weinata Sairin,
Korupsi itu pembusukan

Hujan dan Korupsi

Hujan itu
kini hampir seperti korupsi
setiap saat terjadi
tanpa mengenal musim
tanpa mengenal waktu

Hujan itu
kini nyaris seperti
korupsi
terjadi di mana-mana
bisa kecil
bisa besar
bahayanya tetap
mengancam

Hujan dan korupsi
hari-hari ini membelah negeri
banyak yang kebanjiran karena hujan menumpahkan air
dari langit hitam pekat
Korupsi terus membanjiri diri
sebagian warga bangsa
membasahi nurani
orang-orang saleh
dan kaum cerdik pandai

Korupsi
membasahi ruang publik
mengotori niat suci kaum beriman
mereduksi intelektualitas  manusia cerdas
menggelapkan mata
banyak orang
yang berfikir sesat dan sesaat

Hujan gerimis
menetes dari langit
sejak pukul dua dini hari
membasahi jalan-jalan di kampungku
orang mulai cemas dan gemas
karena banjir mengintai
menggenangi mimpi-mimpi mereka
merendam harapan yang masih tersisa

Di tengah rintik hujan
yang jatuh menikam bumi
orang-orang tak punya nurani merancang niat jahat untuk berkorupsi

Hujan dan korupsi
membelah negeri
setiap warga bangsa wajib bangkit melawannya.

Jakarta, 2 Maret 2021, pada pukul 2.30 WIB

 

Virus-virus Terus Menggerus

Corona tampak indah namun mematikan

Virus-virus itu
telah setahun membelenggu kehidupan
menorehkan sejarah hitam legam
pahit, bahkan maha pahit
nyaris semua
aspek kehidupan dirasuki
dan dirusaknya:
ipoleksosbudhankam
peradaban umat manusia luluh lantak

Virus-virus itu
tiada henti menggerogoti kehidupan
umat manusia
tiap hari ada saja
yang menggelepar
terpapar nanar
tanpa nyawa

Ada segenggam tanya
menyeruak dari nurani paling dalam
Kapan corona berhenti menancapkan kuku mautnya di negeri ini?
Mengapa corona
tetap saja perkasa walau ada psbb, ppkm mikro, new normal, adaptasi kebiasaan baru?

Hari ini gereja-gereja merayakan Hari Raya Paskah
Yesus yang perkasa
yang menyembuhkan orang sakit
yang menghidupkan orang mati tidak tunduk pada kuasa kematian
Ia bangkit

Di Medsos Kematian Itu Indah

Mawar sukacita

Di Medsos itu kematian menjadi
teramat indah
bahkan seindah warna aslinya
entah dia mati karena usia tua,
tabrakan tunggal di Tol Cipali,
malpraktik di sebuah rumah sakit,
kena sabetan golok oleh perampok,
bahkan yang
terpapar Covid-19

Di Medsos itu
kematian seakan dirayakan dan dimuliakan
siapa pun dan apa pun jabatannya
mantan petinggi negeri, mantan aktivis, mantan tim sukses, mantan anggota parlemen atau senator,
tokoh masyarakat, pendeta, kiai, ustaz
ya, siapa pun

Kematian seolah semu dan maya
Beragam ucapan
lahir di Medsos
merespons kematian:
Pak Herdy telah dimuliakan Allah,
sampai bertemu di Yerusalem Baru,
rest in peace
requiscat in pace
semoga khusnul khotimah,
kembali ke rumah Bapa

Bunga papan kadang penuh sesak
di rumah duka, di grand heaven, di rumah duka, rumah sakit, di krematorium, di San Diego Hill, di TPU Menteng Pulo, di TMP Kalibata

Pdt. Weinata Sairin, M. Th, mantan Sekum PGI, melayani di Gereja Kristen Pasundan, pemikir dan penyair

Related Post

Leave a Reply